I.
Pendahuluan
Istilah jadzb
untuk orang yang belum mengetahui dunia tasawuf atau belum belajar tasawuf sama
sekali (yang seterusnya disebut orang awam), pasti sangatlah asing dengan
istilah ini. Sebernarnya orang awam sering melihat fenomena ataupun
bersinggungan langsung dengan istilah atau pelaku jadzb, sering orang awam mengatakan,” kyiai koyok wong edan (bahasa jawa yang artinya kyiai seperti orang gila)”,
atau “wah, wong ka’e kakean ilmu (agama),
trus durung wayahe ngamalke malah diamalke dadine edan (bahasa jawa yang
artinya wah, orang itu terlalu banyak ilmu (agama), belum saatnya diamalkan,
justru diamalkan, jadinya gila)”. Fenomena-fenomena itulah yang disebut dengan jadzb.
Orang yang jadzb
disebut majdzub. Pada umumnya majdzub adalah para sufi atau para
praktisi taswuf, atau didalam dunia tasawuf disebut dengan orang salik dalam
menempuh thariqah.[1]
Jadzb jika
diistilahkan kedalam bahasa Indonesia adalah wali gila. Dimana wali gila ini bertingkah laku seperti orang
gila, dan tidak sering melakukan hal-hal yang sering bertentangan dengan syariat agma Islam, seperti
meminum-minuman keras, berjudi, bergaul (melakukan hubungan suami-istri) dengan
para WPS (wanita pekerja seks) akan tetapi pada hakikatnya perilaku para majdzub ingin memberikan suatu pesan
tertentu kepada seseorang atau kepada masyarakat. Dan Perilaku tersebut sering
menimbulkan perdebatan para ulama, ada yang menentang dengan keras karena dapat
menyesatkan umat, dan ada yang memaklumi karena dianggap sebagai anugerah
langsung dari Allah.
Jika
dipandang dari dunia psikologi, maka jadzb
hampir sama dengan gangguan buatan (malingering),
sters, depresi, gangguan waham, gangguan kepribadian dissosial, gangguan kepribadian
emosional tak stabil atau skizofrenia.
Akan tetapi secara hakikat
sangatlah berbeda majdzub dengan
orang yang sedang terkena gangguan kejiwaan secara umumnya, jika ditinjau dari
berbagai aspeknya.
II.
Rumusan Masalah
Jadzb atau
wali gila merupakan istilah di dalam
dunia tasawuf. Banyak sekali
perdebatan yang terjadi didalam ulama umat Islam, ada yang setuju ada yang tidak setuju. Didalam dunia psikologi ada
beberapa gangguan kejiwaan yang hampir sama gejala- gejalanya denga para pelaku
Jadzb, akan tetapi ada beberapa
perbedaan yang mendasar antara para pelaku Jadzb
dengan orang yang mengidap gangguan kejiwaan, supaya lebih jelas perbedaaan
antara keduanya maka di dalam makalah ini akan dibahas mengenai:
a.
Pengertian Wali Gila atau Wali Majdzub
b.
Wali Majdzub Dalam Pandangan Ulama’ dan Psikologi
III.
Pembahasan
a.
Pengertian wali Gila atau Wali Majdzub
Menurut
al-Qusyairi (w. 456 H atau 1072 M) kata wali memiliki dua pengertian. Pertama, berbentuk fa’il dan bermakna fa”ai (pelaku pekerjaan), wali adalah orang yang selalu menjalankan
perintah Allah dengan sungguh-sungguh tanpa disertai perilaku maksiat. Ke dua,
dapat berbentuk fa’il dengan arti maf’ul, dimana wali memiliki arti orang
yang selalu mendapat perlindungan dari Allah SWT.[2]
Jadzb berasal dari kata jadzabu, yang
berarti menarik, memikat, menawan (hati), memindah dari suatu tempat ketempat
lain. Sedangkan para ulama’ berpendapat jadzb
adalah tarikan ilahiyah pada seorang
hamba yang Dia kehendaki, supaya hamba tersebut bisa lebih dekat kepada-Nya, karena
mendapatkan pertolongan dari Allah tidak melalui perantaraS, tanpa ada usaha (ghayr muktasab) ataupun dengan melakukan
perjalanan spiritual ( mujahadah). Dan
orang yang jadzb disebut majdzub.[3]
Menurut Cyril Glase, jadzb adalah istilah ketertarikan jiwa-jiwa tertentu kepada Tuhan.
Keadaan orang yang mengalami jadzab,
berperilaku tidak wajar, seperti orang “gila”, akan tetapi dia memperoleh
pengetahuan tentang realitas superior yang datangnya secara tiba-tiba,
terkadang keadaan tersebut bisa sementara bisa juga bersifat selamanya.[4]
b.
Wali Majdzub dalam pandangan Ulama’ dan Psikologi.
Kontrofersi di dalam suatu isu-isu atau permasalahan
yang muncul di masyarakat pastilah ada, tidak terkecuali para wali Majdzub. Ada beberapa ulama yang menentang dengan keras dan ada para ulama yang
memeklumi para pelaku jadzb.
Para ulama yang menentang para Wali Majdzub diantaranya al-Junayd, Abu al-Abbas
Sayyari, Abu Bakar Wasithi, Ibn al-Jawzi al-Baghdadi, Ibn Taimiyah,
al-Syawkani, Haji Muhammad Shalih Ibn ‘Umar al-Samarani yang dikenal sebagai
Kiai Saleh Darat, Fazlur Rahman, Abdul Rahman Abdul Khaliq.[5]
Al-Junayd (w. 297 H atau 910 M), Abu al-Abbas Sayyari,
Abu Bakar Wasithi, memiliki pendapat, bahwa karamah
( keajaiban-keajaiban spiritual) para wali
seharusnya diaplikasikan dalam keadaan sadar, tenang tidak dalam keadaan ”mabuk”.
Mereka menyatakan bahwa awliya’ Allah
adalah para penguasa dan pengawas alam semesta beserta isinya, yang telah
dititipkan oleh Allah kepada para awliya’
Allah, sehingga tidaklah pantas orang-orang yang dalam keadan tidak sadar atau
“mabuk” itu menjadi penguasa dan pengawas alam semesta beserta isinya.
Ibn al-Jawzi al-Baghdadi menyatakan para sufi yang
berperilaku menyimpang dari syari’at
Islam, seperti tidak makan dan tidak minum sehingga menimbulkan keburukan, suka
mendengarkan lagu dan gendang disertai
dengan tepuk tangan, yang diiringi dengan perasaan tawbat seperti yang dilakukan oleh para wali majdzub merupakan bagian dari rayuan setan yang merasuki jiwa para
sufi tersebut. Sehingga perbuatan
itu tidak dapat dibenarkan ataupun dimaklumi karena dapat menyesatkan umat
Islam yang masih awam.
Ibn Taimiyah, al-Syawkani, Abdul Rahman Abdul Khaliq
beranggapan bahwa seorang wali
seharusnya konsisten dengan ajaran syari’at
Islam. Seseorang yang perbuatanya bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah
Saw, dia bukanlah seorang wali.
Kalaupun dia memiliki kelebihan-kelebihan yang di luar nalar, itu bukanlah karamah, merupakan pemberian yang
diberikan setan.
Haji Muhammad Shalih Ibn ‘Umar al-Samarani yang dikenal
sebagai Kiai Saleh Darat menyatakan jangan mudah tertipu dengan orang yang
mengaku mempunyai ilmu haqiqat, akan
tetapi meninggalkan shalat, menjalankan ma’siat atau melanggar syari’at Islam. Orang yang paling utama disisi Allah adalah para
nabi, baru kemudian para wali-Nya. Apakah
pantas seorang wali meninggalkan atau melanggar perintah Allah, sedangkan para nabi
itu tidak pernah meninggalkan perintah Allah.
Fazlur
Rahman berpendapat, pada dasarnya para majdzub
adalah penyeleweng-penyeleweng spiritual. Penyeleweng tersebut adalah para syaikh-syaikh sufi para darwis yang
memeras orang, pengemis-pengemis parasitis yang menjadi juru bicara agama
Islam.
Sedangkan para tokoh yang memandang wali madjzub penuh dengan kearifan,
diantaranya Ibn’Atha’ Allah, al-Hakim al-Tirmidzi, J. Spencer Trimingham,
Mihrabi. Tokoh-tokoh ini mampu memahami kondisi spiritual yang sedang menimpa para wali majdzub, yang berperilaku seperti orang “gila”.[6]
Ibn ‘Atha’ Allah berpendapat (w 674 H atau 1309 M),
para wali majdzub berperilaku seperti
orang gila dikarenakan dia kehilangan kesadaran yang disebabkan, ditariknya
kesadaran wali majdzub olh Allah. Ibn
‘Atha’ Allah juga berpendapat pada hekekatnya para wali majdub itu masih sadar dengan relitas yang terjadi
disekitarnya.
Al-Hakim al-Tirmidzi menyatakan untuk mendapatkan
derajat al-wilayah , seseorang dapat
menempuh dengan jalan jadzb. Jika
seseorang benar-benar mengalami jadzb,
maka bisa dikatakan dia telah mendapatkan derajat seorang wali. Dengan berjadzb, dia memperoleh pengetahuan
tentang realitas superior secara tiba-tiba dan memiliki banyak keajaiban dari
kata-kata atau ilmunya.
J. Spencer
Tirmingham menjelaskan , sesungguhnya wali
majdzub telah kehilangan kesadaran personal dalam keesaan Ilahi. Maka dari itu, wali majdzub tidak dikenakan sangsi atas segala ucapan dan
perbuatanya, meskipun perkataan dan perbuatanya menyimpang dianggap orang lain
sebagai penyimpangan atas norma yang berlaku.
Mihrabi berpendapat yang pendapatnya dinyatakan oleh
Jean Aubin, beliau melihat wali majdzub
dari segi positifnya. Yang mana keberadaan para wali majdzub dapat menimbulkan kemakmuran dan kesejahteraan pada
masyarakat disekitarnya.
Antara Jadzb dan perilaku abnormal
Dalam
mengidentifikasi seseorang yang sedang jadzb
dengan orang yang berperilaku abnormal[7] tidaklah mudah, bahkan keduanya
menunjukkan perilaku yang hampir identik. Perbedaanya hanya terletak
pada penyebab seseorang itu menjadi wasli
majdzub atau menjadi abnormal, untuk pelaku jadzb penyebabnya dari pengalaman spiritual sedangkan orang
abnormal itu disebabkan oleh permasalahan hidup yang tidak dapat
diselesaiakanya. Untuk membedakan antara pelaku jadzb dengan orang yang mengalami abnormal, berikut akan
dijelaskana beberapa macam gangguan psikologis yang memiliki ciri hampir sama dengan
para pelaku jadzb. Diantaranya sters
dan psiko fungsional.
Stress merupakan kondisi tegangan
psikologis yang dihasilkan oleh jenis daya atau tekanan. [8] dan terkadang stres itu di sertai dengan
frustasi.[9]
Di dalam
sters terdapat tiga fase:
1. reaksi peringatan
pada system otonom diaktifkan oleh sters. Jika stres terlalu kuat maka terjadi
luka pada saluran pencernaan, kelenjar adrenalin membesar.
2.
organisme beradaptasi dengan sters
melalui berbagai mekanisme pertahana yang dimilki.
3.
jika stersor menetap dan organisme
tidak mampu merespon dengan efektif maka terjadi yang namanya kelelahan.
- Psiko fungsional
Psiko fungsional
dalah gangguan kejiwaan berat yang disebabkan oleh faktor-faktor
non-organis, kekacuan mental secara fungsional sehingga terjadi kepecahan
pribadi. Penyakit kejiwaan ini bisa disebabkan oleh faktor keturunan dan
pengalaman-pengalaman yang merngandung konflik yang sangat serius yang tidak
bisa diatasinya.[10] Dan yang
masuk dalan kategori psikosa fungsional adalah Skizofrenia, Manis-depresif dan
paranoia.
Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan yang ditandai dengan
pikiran yang tidak saling berhubungan, dan gangguan pada emosi serta perilaku.[11] Pada umumnya seseorang yang mengalami Skizofrenia dihinggapi angan-angan dan
fikiran yang keliru seperti halusinasi[12], ilusi[13]sering tidak tahu malu seperti sering
tidak mengenakan pakaian, menjadi jorok dan kotor, emosi yang tegangu seperti
terkadang menangis atau tertawa sendiri tanpa sebab yang jelas. Skizofrenia di bagi kedalam tiga kategori:
a.
Skizofrenia hebefeenik
Skizofrenia hebefeenik adalah mental
atau jiwanya menjadi tidak peka. Kesadaranya masih jernih, akan tetapi
kesadaran tentang “aku “ sangat tergangu.
b.
Skizofrenia katatonik
Penderita Skizofrenia katatonik memiliki ciri tubuhnya seperti kaku. Dan
penderita ini memiliki cirri urat-uratnya menjadi kaku, pola tingkah laku
menjadi aneh yang tidak dapat dikendalikan oleh kemauanya.
c.
Skizofrenia paranoid
Penderita diliputi macam-macam delusi[14] dan halusinasi yang terus berganti-ganti
coraknya dan tidak teratur, serta kacau balau. [15] dan diiringi denga perasaan yang selalu
curiga terhadap orang lain.
Psikosa Paranoia adalah gangguan mental
yang sangat parah, dicirikan dengan timbulnya delusi-delusi dan dihinggapi
banyak ide yang salah dan melekat secara terus menerus. Penyebabnya adalah
kecenderungan-kecanderungan homoseksual dan dorongan-dorongan seksual yang
tertekan, kebiasaan berfikir yang salah.
IV.
Analisis
Jalaslah perbedaan antara orang yang sedang mengalami jadzb dengan orang abnormal. Orang yang
sedang jadzb itu disebabkan oleh
pengalaman spiritualnya sedangkan untuk orang abnormal itu merupakan orang yang
tidak sanggup untuk mengatasi problematika kehidupan yang dihadapinya.
Jika dipetakan di dalam diagram perbedaan antara wali majdzub dengan orang pengidap
gangguan kejiwaan adalah sebagai berikut:
Tabel Perbedaan antara wali majdzub dengan orang pengidap
gangguan kejiwaan
No
|
Keterangan
|
wali majdzub
|
Pengidap
gangguan kejiwaan
|
1
|
Penyebab
|
Pengalaman–pengalaman spiritual yang telah di
alami oleh orang yang sedang Jadzab.
|
Faktor keturunan dan pengalaman-pengalaman yang
merngandung konflik yang sangat serius yang tidak bisa diselesaikan dan di
tekan atau dimasukkan ke dalam alam bawah sadar.
|
2
|
Akibat yang di timbulkan
|
Memilki karamah,
terkadang memberikan keuntungan atau petunjuk bagi orang yang di temuinya
atau yang diberi nasehat.
|
Tidak memiliki karamah, terkadang mengganggu bahkan membahayakan orang-orang di
sekitar jika itu skizofrenia paranoid.
|
3
|
kesadaran
|
Kesadaranya terkadang kembali dan terkadang
hilang.hingga akhir hayat.
|
Kesadarannya benar-benar hilang, akan tetapi
kesadaranya dapat dikembalikan asalkan diobati. Bisa kambuh lagi jika dia
mengalami masalah yang terlalu berat yang mengingatkanya pada masalahnya pada
masa lalu
|
4
|
Penyebab kembalinya kesadaran.
|
Tidak dapat disembuhkan melalui cabang ilmu
kejiwaan seperti psikologi ataupun psikiatri karena hilangnya kesadaran wali majdzub di sebabkan, dicabutnya
kesadarannya secara langsung oleh Allah.
|
dapat disembuhkan dengan terapi psikologis dan
psikiatri
|
V.
Penutup
Dalam
memandang permasalah mengenai para wali
majdzub, pasti banyak kontroversi yang menyelimutinya. Ada yang mendukung
dan banyak pula yang menetang. Yang perlu dilakukan adalah berbaik sangka
terhadap ibadah yang dilakukan orang lain karena kebenaran yang hakiki hanyalah
milik Allah, dan yang tahu mengenai ibadah yang dilakukan seseorang adalah
Allah.
Daftar Pustaka
Davison, Gerald C., John M. Naele, Ann M. Kring.
2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: Rajawali Press,.
Kartono, Kartini. 1986. PatologiSosial 3: Gangguan-Gangguan Kejiwaan. Jakarta: Raja Wali.
Masyhudi, In’amuzzahidin. 2007. Dari Waliyullah Menjadi WaliGila: Antara Tasawuf dan Psikologi. Semarang: Syifa Press.
Minister Supply and Service Canada. 2005. Schizophrenia: Sebuah Panduan Bagi Keluarga
Penderita Skizofrenia. Yogyakarta: DOZZ.
Reber, Arthur S. dan Emily S. Reber. 2010. Kamus Psikologi, penterj: Yudi Santoso. Yogjakarta: Pustaka
Pelajar.
[1]
In’amuzzahidin Masyhudi, Dari Waliyullah
Menjadi WaliGila: Antara Tasawuf dan Psikologi, (Semarang: Syifa Press,
2007), h. 2-13.
[2] Ibid., h. 2.
[3] Ibid., h. 11-12.
[4] Ibid., h. 15.
[5] Ibid., h. 121-128.
[6] Ibid., h. 129-130.
[7] Abnormal adalah perilaku yang melanggar
norma-norma social atau mengancam atau mencemaskan mereka yang melihatnya. Sedangkan
didunia psikologi orang-orang dianggap abnormal adalah orang memilki perilaku,
pikiran, dan perasaan yang tidak diharapkan yang disebabkan karena malfungsi
otak. Gerald c. Davison, John M. Naele, Ann M. Kring, Psikologi Abnormal, (Jakarta:
Rajawali Press, 2010), h. 5-26.
[8] Arthur S. Reber dan Emily S. Reber, Kamus Psikologi, penterj: Yudi Santoso,
(Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 938.
[9] Frustrasi merupakan tindakan yang
menghambat, menggangu atau mengacaukan perilaku yang diarahkan kesejumlah
tujuan. Ibid., kamus Psikologi,
h. 379.
[10] Kartni Kartono, PatologiSosial 3; Gangguan-Gangguan Kejiwaan, (Jakarta: Raja Wali,
1986), h. 257-258.
[11] Gerald c. Davison, John M. Naele, Ann M.
Kring, Psikologi Abnormal, h. 144.
[12]
Halusinasi merupakan pengamatan penginderaan yang sebernarnya tidak ada, namun
dialami seperti halnya kenyataan. Kartni Kartono, PatologiSosial 3; Gangguan-Gangguan Kejiwaan, h. 86.
[13] Ilusi
adalah penginderaan yang keliru, yaitu peristiwa objektif yang diterima indera
ternyata salah ditangkap secara salah . stimulusnya tidak menyakinkan, atau
menipu dan bersifat semu, sehingga subjek mengartikan pengamatanya secara
keliru. Ibid., PatologiSosial
3; Gangguan-Gangguan Kejiwaan, h. 81.
[14] Delusi adalah gambaran tipuan dari
pengamatan, gambaran semu atau gambar yang memperdaya seseorang, dengan
menghasilkan kekeliruan-kekeliruan dan mengandung unsur afektif yang kuat
sekali. Orang yang mengalami delusi itu berfikir tentang sesuatu yang tidak
benar, akan tetapi dia tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh gambaran
tersebut.penmyebab dari delusi pada umumnyadisebabkan oleh
pengalaman-pengalaman masa lampau yang diliputi oleh perasaan-perasaan berdosa
dan bersalah , serta harapan-harapan yang tidak atau belum dicapai. Keterangan
ini terdapat di dalam buku Ibid., Patologi
Sosial 3, Gangguan-Gangguan Kejiwaan, h. 86-98.
[15] Ibid., h. 262-265.
4 komentar:
tolong di klasifikasikan orang jazab dengan orang gila. orang jadzab itu ada wali yang maqamnya seperti anak kecil maka tingkahnya aneh2 layaknya anak kecil yang belum baligh, dan anak kecil itu setiap perbuatannya tidak termasuk dosa dan anak kecil itu salah satu kekasih ALLAH.
Sedangkan orang gila adalah orang hilang akal, tapi juga bisa di sebut ahli makrifat karna orang gila lepas dari pada hawa nafsunya, maka turunlah "tidak wajib untuk sholat" karna dia sudah bisa melepaskan diri daripada hawa nafsu, makanya orang gila makan ditempat sampah tidak sakit, ada wanita cantik bodo amat, ada orang bawa mobil bodo amat, tidur di jalan juga ga sakit.
karna science menyatakan 90% penyakit berasal dari qalbu/hati dan 10% lagi dari makanan.
Wallahualam
Orang gila ya gila aja. Wali Allah itu gak ada yang gila. Klo memang ada, udah dicontohkan oleh para nabi.
Kalau anda ingin tahu..., Mereka itu masuk dalam kondisi delusi religius. Apa itu delusi religi, silahkan searching di goggle.
Ringkas saja.
Kekeliruan kalau dibungkus terus dicari pembenarannya jadi seolah 2 benar.
Coba telusuri asal mula tasawuf.. adakah Nabi Muhammad mengajarkan tasawuf. Kemudian tingkatan tarekat, hakikat dan makrifat itu adakah di dalam Al Quran yg menuntun mengerjakannya. Ini perihal sgt fundamental dala lelaku beragama Islam. Jika dlm Al Quran dan hadist Nabi tidak diurai secara jelas buat apa dilakukan tasawuf ini.
Derajad tertinggi manusia di sisi Alla SWT adalah taqwa. Bukan mencapai makrifat.
Posting Komentar