Jumat, 05 September 2014

WALI SUFI GILA DIPANDANG DARI PSIKOLOGI





I.                   Pendahuluan
Istilah jadzb untuk orang yang belum mengetahui dunia tasawuf atau belum belajar tasawuf sama sekali (yang seterusnya disebut orang awam), pasti sangatlah asing dengan istilah ini. Sebernarnya orang awam sering melihat fenomena ataupun bersinggungan langsung dengan istilah atau pelaku jadzb, sering orang awam mengatakan,” kyiai koyok wong edan (bahasa  jawa yang artinya kyiai seperti orang gila)”, atau “wah, wong ka’e kakean ilmu (agama), trus durung wayahe ngamalke malah diamalke dadine edan (bahasa jawa yang artinya wah, orang itu terlalu banyak ilmu (agama), belum saatnya diamalkan, justru diamalkan, jadinya gila)”. Fenomena-fenomena itulah yang disebut dengan jadzb.
Orang yang jadzb disebut majdzub. Pada umumnya majdzub adalah para sufi atau para praktisi taswuf, atau didalam dunia tasawuf disebut dengan orang salik dalam menempuh  thariqah.[1]
Jadzb jika diistilahkan kedalam bahasa Indonesia adalah wali gila. Dimana wali gila ini bertingkah laku seperti orang gila, dan tidak sering melakukan hal-hal yang sering bertentangan dengan syariat agma Islam, seperti meminum-minuman keras, berjudi, bergaul (melakukan hubungan suami-istri) dengan para WPS (wanita pekerja seks) akan tetapi pada hakikatnya perilaku para majdzub ingin memberikan suatu pesan tertentu kepada seseorang atau kepada masyarakat. Dan Perilaku tersebut sering menimbulkan perdebatan para ulama, ada yang menentang dengan keras karena dapat menyesatkan umat, dan ada yang memaklumi karena dianggap sebagai anugerah langsung dari Allah.
Jika dipandang dari dunia psikologi, maka jadzb hampir sama dengan gangguan buatan (malingering), sters, depresi, gangguan waham, gangguan kepribadian dissosial, gangguan kepribadian emosional tak stabil atau skizofrenia. Akan tetapi secara hakikat sangatlah berbeda majdzub dengan orang yang sedang terkena gangguan kejiwaan secara umumnya, jika ditinjau dari berbagai aspeknya.

II.                Rumusan Masalah
Jadzb atau wali gila merupakan istilah di dalam dunia tasawuf. Banyak sekali perdebatan yang terjadi didalam ulama umat Islam, ada yang setuju ada yang tidak setuju. Didalam dunia psikologi ada beberapa gangguan kejiwaan yang hampir sama gejala- gejalanya denga para pelaku Jadzb, akan tetapi ada beberapa perbedaan yang mendasar antara para pelaku Jadzb dengan orang yang mengidap gangguan kejiwaan, supaya lebih jelas perbedaaan antara keduanya maka di dalam makalah ini akan dibahas mengenai:
a.       Pengertian Wali Gila atau Wali Majdzub
b.      Wali Majdzub Dalam Pandangan Ulama’ dan Psikologi
III.             Pembahasan
a.       Pengertian wali Gila atau Wali Majdzub
Menurut  al-Qusyairi (w. 456 H atau 1072 M) kata wali memiliki dua pengertian. Pertama, berbentuk fa’il dan bermakna fa”ai (pelaku pekerjaan), wali adalah orang yang selalu menjalankan perintah Allah dengan sungguh-sungguh tanpa disertai perilaku maksiat. Ke dua, dapat berbentuk fa’il dengan arti maf’ul, dimana wali memiliki arti orang yang selalu mendapat perlindungan dari Allah SWT.[2]
Jadzb berasal dari kata jadzabu, yang berarti menarik, memikat, menawan (hati), memindah dari suatu tempat ketempat lain. Sedangkan para ulama’ berpendapat jadzb adalah tarikan ilahiyah pada seorang hamba yang Dia kehendaki, supaya hamba tersebut bisa lebih dekat kepada-Nya, karena mendapatkan pertolongan dari Allah tidak melalui perantaraS, tanpa ada usaha (ghayr muktasab) ataupun dengan melakukan perjalanan spiritual ( mujahadah). Dan orang yang jadzb disebut  majdzub.[3]
Menurut Cyril Glase, jadzb adalah istilah ketertarikan jiwa-jiwa tertentu kepada Tuhan. Keadaan orang yang mengalami jadzab, berperilaku tidak wajar, seperti orang “gila”, akan tetapi dia memperoleh pengetahuan tentang realitas superior yang datangnya secara tiba-tiba, terkadang keadaan tersebut bisa sementara bisa juga bersifat selamanya.[4]
b.      Wali Majdzub dalam pandangan Ulama’ dan Psikologi.
Kontrofersi di dalam suatu isu-isu atau permasalahan yang muncul di masyarakat pastilah ada, tidak terkecuali para wali Majdzub. Ada beberapa ulama yang menentang dengan keras dan ada para ulama yang memeklumi para pelaku jadzb.
Para ulama yang menentang para Wali Majdzub diantaranya al-Junayd, Abu al-Abbas Sayyari, Abu Bakar Wasithi, Ibn al-Jawzi al-Baghdadi, Ibn Taimiyah, al-Syawkani, Haji Muhammad Shalih Ibn ‘Umar al-Samarani yang dikenal sebagai Kiai Saleh Darat, Fazlur Rahman, Abdul Rahman Abdul Khaliq.[5]
Al-Junayd (w. 297 H atau 910 M), Abu al-Abbas Sayyari, Abu Bakar Wasithi, memiliki pendapat, bahwa karamah ( keajaiban-keajaiban spiritual) para wali seharusnya diaplikasikan dalam keadaan sadar, tenang tidak dalam keadaan ”mabuk”. Mereka menyatakan bahwa awliya’ Allah adalah para penguasa dan pengawas alam semesta beserta isinya, yang telah dititipkan oleh Allah kepada para awliya’ Allah, sehingga tidaklah pantas orang-orang yang dalam keadan tidak sadar atau “mabuk” itu menjadi penguasa dan pengawas alam semesta beserta isinya.
Ibn al-Jawzi al-Baghdadi menyatakan para sufi yang berperilaku menyimpang dari syari’at Islam, seperti tidak makan dan tidak minum sehingga menimbulkan keburukan, suka mendengarkan lagu  dan gendang disertai dengan tepuk tangan, yang diiringi dengan perasaan tawbat seperti yang dilakukan oleh para wali majdzub merupakan bagian dari rayuan setan yang merasuki jiwa para sufi tersebut. Sehingga perbuatan itu tidak dapat dibenarkan ataupun dimaklumi karena dapat menyesatkan umat Islam yang masih awam.
Ibn Taimiyah, al-Syawkani, Abdul Rahman Abdul Khaliq beranggapan bahwa seorang wali seharusnya konsisten dengan ajaran syari’at Islam. Seseorang yang perbuatanya bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah Saw, dia bukanlah seorang wali. Kalaupun dia memiliki kelebihan-kelebihan yang di luar nalar, itu bukanlah karamah, merupakan pemberian yang diberikan setan.
Haji Muhammad Shalih Ibn ‘Umar al-Samarani yang dikenal sebagai Kiai Saleh Darat menyatakan jangan mudah tertipu dengan orang yang mengaku mempunyai ilmu haqiqat, akan tetapi meninggalkan shalat, menjalankan ma’siat atau melanggar syari’at Islam. Orang yang paling utama disisi Allah adalah para nabi, baru kemudian para wali-Nya. Apakah pantas seorang wali meninggalkan atau melanggar perintah Allah, sedangkan para nabi itu tidak pernah meninggalkan perintah Allah.
Fazlur Rahman berpendapat, pada dasarnya para majdzub adalah penyeleweng-penyeleweng spiritual. Penyeleweng tersebut adalah para syaikh-syaikh sufi para darwis yang memeras orang, pengemis-pengemis parasitis yang menjadi juru bicara agama Islam.
Sedangkan para tokoh yang memandang wali madjzub penuh dengan kearifan, diantaranya Ibn’Atha’ Allah, al-Hakim al-Tirmidzi, J. Spencer Trimingham, Mihrabi. Tokoh-tokoh ini mampu memahami kondisi spiritual yang sedang menimpa para wali majdzub, yang berperilaku seperti orang “gila”.[6]
Ibn ‘Atha’ Allah berpendapat (w 674 H atau 1309 M), para wali majdzub berperilaku seperti orang gila dikarenakan dia kehilangan kesadaran yang disebabkan, ditariknya kesadaran wali majdzub olh Allah. Ibn ‘Atha’ Allah juga berpendapat pada hekekatnya para wali majdub itu masih sadar dengan relitas yang terjadi disekitarnya.
Al-Hakim al-Tirmidzi menyatakan untuk mendapatkan derajat al-wilayah , seseorang dapat menempuh dengan jalan jadzb. Jika seseorang benar-benar mengalami jadzb, maka bisa dikatakan dia telah mendapatkan derajat seorang wali. Dengan berjadzb, dia memperoleh pengetahuan tentang realitas superior secara tiba-tiba dan memiliki banyak keajaiban dari kata-kata atau ilmunya.
J. Spencer Tirmingham menjelaskan , sesungguhnya wali majdzub telah kehilangan kesadaran personal dalam keesaan Ilahi. Maka dari itu, wali majdzub tidak dikenakan sangsi atas segala ucapan dan perbuatanya, meskipun perkataan dan perbuatanya menyimpang dianggap orang lain sebagai penyimpangan atas norma yang berlaku.
Mihrabi berpendapat yang pendapatnya dinyatakan oleh Jean Aubin, beliau melihat wali majdzub dari segi positifnya. Yang mana keberadaan para wali majdzub dapat menimbulkan kemakmuran dan kesejahteraan pada masyarakat disekitarnya.
Antara Jadzb dan perilaku abnormal
Dalam mengidentifikasi seseorang yang sedang jadzb dengan orang yang berperilaku abnormal[7] tidaklah mudah, bahkan keduanya menunjukkan perilaku yang hampir identik. Perbedaanya hanya terletak pada penyebab seseorang itu menjadi wasli majdzub atau menjadi abnormal, untuk pelaku jadzb penyebabnya dari pengalaman spiritual sedangkan orang abnormal itu disebabkan oleh permasalahan hidup yang tidak dapat diselesaiakanya. Untuk membedakan antara pelaku jadzb dengan orang yang mengalami abnormal, berikut akan dijelaskana beberapa macam gangguan psikologis yang memiliki ciri hampir sama dengan para pelaku jadzb. Diantaranya sters dan psiko fungsional.
  1. Stres
Stress merupakan kondisi tegangan psikologis yang dihasilkan oleh jenis daya atau tekanan. [8] dan terkadang stres itu di sertai dengan frustasi.[9]
Di dalam sters terdapat tiga fase:
1.      reaksi peringatan pada system otonom diaktifkan oleh sters. Jika stres terlalu kuat maka terjadi luka pada saluran pencernaan, kelenjar adrenalin membesar.
2.      organisme beradaptasi dengan sters melalui berbagai mekanisme pertahana yang dimilki.
3.      jika stersor menetap dan organisme tidak mampu merespon dengan efektif maka terjadi yang namanya kelelahan.
  1. Psiko fungsional
Psiko fungsional dalah gangguan kejiwaan berat yang disebabkan oleh faktor-faktor non-organis, kekacuan mental secara fungsional sehingga terjadi kepecahan pribadi. Penyakit kejiwaan ini bisa disebabkan oleh faktor keturunan dan pengalaman-pengalaman yang merngandung konflik yang sangat serius yang tidak bisa diatasinya.[10] Dan yang masuk dalan kategori psikosa fungsional adalah Skizofrenia, Manis-depresif dan paranoia.
 Skizofrenia  adalah gangguan kejiwaan yang ditandai dengan pikiran yang tidak saling berhubungan, dan gangguan pada emosi serta perilaku.[11] Pada umumnya seseorang yang mengalami Skizofrenia dihinggapi angan-angan dan fikiran yang keliru seperti halusinasi[12], ilusi[13]sering tidak tahu malu seperti sering tidak mengenakan pakaian, menjadi jorok dan kotor, emosi yang tegangu seperti terkadang menangis atau tertawa sendiri tanpa sebab yang jelas. Skizofrenia  di bagi kedalam tiga kategori:
a.       Skizofrenia hebefeenik
Skizofrenia hebefeenik adalah mental atau jiwanya menjadi tidak peka. Kesadaranya masih jernih, akan tetapi kesadaran tentang “aku “ sangat tergangu.    
b.      Skizofrenia  katatonik
Penderita Skizofrenia katatonik memiliki ciri tubuhnya seperti kaku. Dan penderita ini memiliki cirri urat-uratnya menjadi kaku, pola tingkah laku menjadi aneh yang tidak dapat dikendalikan oleh kemauanya.
c.       Skizofrenia  paranoid
Penderita diliputi macam-macam delusi[14] dan halusinasi yang terus berganti-ganti coraknya dan tidak teratur, serta kacau balau. [15] dan diiringi denga perasaan yang selalu curiga terhadap orang lain.

 Psikosa Paranoia adalah gangguan mental yang sangat parah, dicirikan dengan timbulnya delusi-delusi dan dihinggapi banyak ide yang salah dan melekat secara terus menerus. Penyebabnya adalah kecenderungan-kecanderungan homoseksual dan dorongan-dorongan seksual yang tertekan, kebiasaan berfikir yang salah.

IV.             Analisis
Jalaslah perbedaan antara orang yang sedang mengalami jadzb dengan orang abnormal. Orang yang sedang jadzb itu disebabkan oleh pengalaman spiritualnya sedangkan untuk orang abnormal itu merupakan orang yang tidak sanggup untuk mengatasi problematika kehidupan yang dihadapinya.
Jika dipetakan di dalam diagram perbedaan antara wali majdzub dengan orang pengidap gangguan kejiwaan adalah sebagai berikut:

Tabel Perbedaan antara wali majdzub dengan orang pengidap gangguan kejiwaan
No
Keterangan
wali majdzub
Pengidap gangguan kejiwaan
1
Penyebab
Pengalaman–pengalaman spiritual yang telah di alami oleh orang yang sedang Jadzab.
Faktor keturunan dan pengalaman-pengalaman yang merngandung konflik yang sangat serius yang tidak bisa diselesaikan dan di tekan atau dimasukkan ke dalam alam bawah sadar.
2
Akibat yang di timbulkan
Memilki karamah, terkadang memberikan keuntungan atau petunjuk bagi orang yang di temuinya atau yang diberi nasehat.
Tidak memiliki karamah, terkadang mengganggu bahkan membahayakan orang-orang di sekitar jika itu skizofrenia paranoid.
3
kesadaran
Kesadaranya terkadang kembali dan terkadang hilang.hingga akhir hayat.
Kesadarannya benar-benar hilang, akan tetapi kesadaranya dapat dikembalikan asalkan diobati. Bisa kambuh lagi jika dia mengalami masalah yang terlalu berat yang mengingatkanya pada masalahnya pada masa lalu
4
Penyebab kembalinya kesadaran.
Tidak dapat disembuhkan melalui cabang ilmu kejiwaan seperti psikologi ataupun psikiatri karena hilangnya kesadaran wali majdzub di sebabkan, dicabutnya kesadarannya secara langsung oleh Allah.
dapat disembuhkan dengan terapi psikologis dan psikiatri

V.                Penutup
Dalam memandang permasalah mengenai para wali majdzub, pasti banyak kontroversi yang menyelimutinya. Ada yang mendukung dan banyak pula yang menetang. Yang perlu dilakukan adalah berbaik sangka terhadap ibadah yang dilakukan orang lain karena kebenaran yang hakiki hanyalah milik Allah, dan yang tahu mengenai ibadah yang dilakukan seseorang adalah Allah.

Daftar Pustaka

Davison, Gerald C., John M. Naele, Ann M. Kring. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: Rajawali Press,.
Kartono, Kartini. 1986. PatologiSosial 3: Gangguan-Gangguan Kejiwaan. Jakarta: Raja Wali.
Masyhudi, In’amuzzahidin. 2007. Dari Waliyullah Menjadi WaliGila: Antara Tasawuf dan Psikologi. Semarang: Syifa Press.
Minister Supply and Service Canada. 2005. Schizophrenia: Sebuah Panduan Bagi Keluarga Penderita Skizofrenia. Yogyakarta: DOZZ.
Reber, Arthur S. dan Emily S. Reber. 2010.  Kamus Psikologi, penterj: Yudi Santoso. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.


[1] In’amuzzahidin Masyhudi, Dari Waliyullah Menjadi WaliGila: Antara Tasawuf dan Psikologi, (Semarang: Syifa Press, 2007), h. 2-13.
[2] Ibid., h. 2.
[3] Ibid., h. 11-12.
[4] Ibid., h. 15.
[5] Ibid., h. 121-128.
[6] Ibid., h. 129-130.
[7] Abnormal adalah perilaku yang melanggar norma-norma social atau mengancam atau mencemaskan mereka yang melihatnya. Sedangkan didunia psikologi orang-orang dianggap abnormal adalah orang memilki perilaku, pikiran, dan perasaan yang tidak diharapkan yang disebabkan karena malfungsi otak. Gerald c. Davison, John M. Naele, Ann M. Kring, Psikologi Abnormal, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 5-26.
[8] Arthur S. Reber dan Emily S. Reber, Kamus Psikologi, penterj: Yudi Santoso, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 938.
[9] Frustrasi merupakan tindakan yang menghambat, menggangu atau mengacaukan perilaku yang diarahkan kesejumlah tujuan. Ibid., kamus Psikologi, h. 379.
[10] Kartni Kartono, PatologiSosial 3; Gangguan-Gangguan Kejiwaan, (Jakarta: Raja Wali, 1986), h. 257-258.
[11] Gerald c. Davison, John M. Naele, Ann M. Kring, Psikologi Abnormal, h. 144.
[12] Halusinasi merupakan pengamatan penginderaan yang sebernarnya tidak ada, namun dialami seperti halnya kenyataan. Kartni Kartono, PatologiSosial 3; Gangguan-Gangguan Kejiwaan, h. 86.
[13] Ilusi adalah penginderaan yang keliru, yaitu peristiwa objektif yang diterima indera ternyata salah ditangkap secara salah . stimulusnya tidak menyakinkan, atau menipu dan bersifat semu, sehingga subjek mengartikan pengamatanya secara keliru. Ibid., PatologiSosial 3; Gangguan-Gangguan Kejiwaan, h. 81.
[14] Delusi adalah gambaran tipuan dari pengamatan, gambaran semu atau gambar yang memperdaya seseorang, dengan menghasilkan kekeliruan-kekeliruan dan mengandung unsur afektif yang kuat sekali. Orang yang mengalami delusi itu berfikir tentang sesuatu yang tidak benar, akan tetapi dia tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh gambaran tersebut.penmyebab dari delusi pada umumnyadisebabkan oleh pengalaman-pengalaman masa lampau yang diliputi oleh perasaan-perasaan berdosa dan bersalah , serta harapan-harapan yang tidak atau belum dicapai. Keterangan ini terdapat di dalam buku Ibid., Patologi Sosial 3, Gangguan-Gangguan Kejiwaan, h. 86-98.
[15] Ibid., h. 262-265.

4 komentar:

tolong di klasifikasikan orang jazab dengan orang gila. orang jadzab itu ada wali yang maqamnya seperti anak kecil maka tingkahnya aneh2 layaknya anak kecil yang belum baligh, dan anak kecil itu setiap perbuatannya tidak termasuk dosa dan anak kecil itu salah satu kekasih ALLAH.

Sedangkan orang gila adalah orang hilang akal, tapi juga bisa di sebut ahli makrifat karna orang gila lepas dari pada hawa nafsunya, maka turunlah "tidak wajib untuk sholat" karna dia sudah bisa melepaskan diri daripada hawa nafsu, makanya orang gila makan ditempat sampah tidak sakit, ada wanita cantik bodo amat, ada orang bawa mobil bodo amat, tidur di jalan juga ga sakit.

karna science menyatakan 90% penyakit berasal dari qalbu/hati dan 10% lagi dari makanan.

Wallahualam

Orang gila ya gila aja. Wali Allah itu gak ada yang gila. Klo memang ada, udah dicontohkan oleh para nabi.

Kalau anda ingin tahu..., Mereka itu masuk dalam kondisi delusi religius. Apa itu delusi religi, silahkan searching di goggle.

Ringkas saja.
Kekeliruan kalau dibungkus terus dicari pembenarannya jadi seolah 2 benar.
Coba telusuri asal mula tasawuf.. adakah Nabi Muhammad mengajarkan tasawuf. Kemudian tingkatan tarekat, hakikat dan makrifat itu adakah di dalam Al Quran yg menuntun mengerjakannya. Ini perihal sgt fundamental dala lelaku beragama Islam. Jika dlm Al Quran dan hadist Nabi tidak diurai secara jelas buat apa dilakukan tasawuf ini.
Derajad tertinggi manusia di sisi Alla SWT adalah taqwa. Bukan mencapai makrifat.

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More