Welcome to our website. Neque porro quisquam est qui dolorem ipsum dolor.

Lorem ipsum eu usu assum liberavisse, ut munere praesent complectitur mea. Sit an option maiorum principes. Ne per probo magna idque, est veniam exerci appareat no. Sit at amet propriae intellegebat, natum iusto forensibus duo ut. Pro hinc aperiri fabulas ut, probo tractatos euripidis an vis, ignota oblique.

Ad ius munere soluta deterruisset, quot veri id vim, te vel bonorum ornatus persequeris. Maecenas ornare tortor. Donec sed tellus eget sapien fringilla nonummy. Mauris a ante. Suspendisse quam sem, consequat at, commodo vitae, feugiat in, nunc. Morbi imperdiet augue quis tellus.

Senin, 15 September 2014

GURU KETJIL



GURU KETJIL
Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, kumandang untuk mengerjakan shalat Isya dilagukan dengan merdunya di langgar dan masjid di sekitar rumahku. Aku mencoba memulai langkah kecil untuk menuju Masjid yang tidak jauh dari rumahku. Dalam tenangnya suasana malam dan bertebaran cahaya lampu yang mencoba mangalahkan terangnya cahaya bulan, aku melangkahkan kaki setapak demi setapk untuk menuju rumah Tuhan YME. Ku coba dalam setiap langkah ku iringi dengan menyebut nama-Nya. Senyum ini mulai mengembang ketika melihat Masjid sudah diisi oleh beberapa anak kecil, muda mudi serta orang tua.
Kumandang adzan Isya’ telah dikumandangkan, akw juga sudah berwudlu kini giliran untuk mengerjakan shalat rawatib dua rakaat sebelum Isya’. Setelah shalat rawatib telinga ini mendengar puji-pujian yang ditujukan kepada Rasulullah Muhamad saw serta ajakan untuk shalat berjamaah. Setelah dirasa cukup, Muadzin mengumandangkan iqamah tanda shalat Isya akan segera dimulai.
Dari sekian orang jamaah laki-laki, ada seorang pemuda dengan langkah mantap  menuju kedepan untuk menjadi Imam shalat Isya’ jamaah. Niat sudah dilafalkan, takbiratul ikhram telah diucapkan, kemudian suasana menjadi tenang yang terdengar hanyalah sayup-sayup suara kipas angin yang mencoba sekuat tenaga memutar rotor didalamnya untuk memutarkan baling-balingnya agar manusia dibawahnya tidak merasa gerah.. Ketenangan itu tidak bertahan lama, suara sang Imam memecah ketenangan. Dalam shalat tersebut aku berpikir dari sekian jamaah apakah ada yang menjalankan shalatnya dnegan khusyuk, ataukah mereka sedang memikirkan hal-hal lain, akan tetapi pikiran yang melints tersebut ku alihkan dengan mengikuti gerakan sang imam. Rukun demi rukun telah dikerjakan tinggallah sekarang salam untuk mengakhiri shalat Isya’ pada hari itu.
Hari itu Shalat isya’ telah aku gugurkan karena aku yakin tadi shalatku tidak khusyu meskipun shalat-shalat ku yang lainya juga tidak khusyu’. Setelah selesai mengerjakan salam sang Imam mencoba menuntun para ma’mumnya untuk mengingat Allah Swt dan terkadang diselingi oleh shalawat nabi. Shalat telah selesai, dzikir dan doa’ telah dikerjakan, aku berdiri dan berjalan menuju pintu keluar akan tetapi Allah belum mengijinkan diriku untuk meninggalkan rumah-Nya, Dia menurunkan titik-titik air dari langit untuk membasahi bumi yang telah kering, aku berdiri diserambi masjid dengan harapan hjan akan berhenti sejenak. Tidak jauh dari tempatku berdiri aku melihat sesosok pemuda, ku coba untuk mendekat dan berbincang-bincang agar aku bisa berbagi rasa bosanku denganya. Aku mencoba mengingat siapa gerangan anak muda ini, oh ternyata dia adalah sang Imam, orang yang telah menuntun kami untuk menghadap Allah Swt dalam shalat Isya’ tadi, meskipun aku belum bisa mendatangkan Allah Swt dalam shalatku tapi aku yakin Allah sedang memperhatikan diriku dalam shalat tadi meskipun pikiranku melayang-layang bagai layangan putus.
Kami mencoba saling mengenal dengan menjabat tangan seraya mengucapakan nama kami masing-masing, dan alangkah kagetnya diriku, ternyata dia sudah mengenalku meskipun dia belum tahu namaku karena kami satu almamater akan tetapi beda fakultas. Dia menceritakan tentang dirinya, mulai dari kota kelahiran hingga pekerjaan, begitu pula dengan diriku akan tetap aku belum menyebutkan apa pekerjaanku. Aku mulai tertarik dengan pekerjaanya, selain menjadi guru ngaji di masjid tersebut dia juga menjadi guru agama di kota kelahiranya, aku kagum dengan perjuanganya untuk mencerdaskan anak bangsa karena  jarak antara masjid tempat dia tinggal sementara dan mengajar dengan sekolah dimana dia mengajar harus melintasi beberapa kecamatan di Semarang kurang lebih satu setengah jam perjalanan untuk sampai ditempatnya mengajar. Setelah sekian lama kami ngobrol, kemudian dari mulutnya terucap kata, “ mending jadi buruh pabrik dari pada jadi guru honorer.” Baru aku tahu ternyata dia itu seorang guru honorer.
Aku mulai bingung kenapa dia berbicara seperti itu, didalam otakku muncul pertanyaan-pertanyaan bukankah guru itu suatu pekerjaan mulia, dapat mencerdaskan anak bangsa, bahkan jika di juamlahkan pahalanya hampir sama dengan para syahid mungkin bisa melebihi jika Allah menghendaki karena ‘Ulama adalah penerus para nabi, dan ada pepatah jawa mengatakan “guru iku digugu lan ditiru” karena menggambarkan betapa mulia, terhormatnya kedudukan seorang guru dimata masyarakat sehingga murid-muridnya atau masyarakat yang memperoleh manfaat dari ilmunya ingin mencontoh dirinya, tetapi kenapa dia mengatakan enak menjadi buruh dari pada seorang guru honorer. Aku mencoba menguasai diriku dengan tidak mengatakan pikiran-pikiran yang berjejal dalam otakku. Aku mencoba diam dan ingin mendengarkan penjelasan mengapa dia berkata seperti itu. Dia diam untuk sesaat, sambil menghela nafas, kemudia dia melanjutkan pembicaraanya. Jadi seorang guru honorer itu meskipun di hormati tetapi gajinya sedikit apalagi disekolah swasta atau negeri yang tidak favorit, paling hanya tujuh ratus lima puluh ribu sampai satu juta, bandingkan dengan gaji buruh pabrik yang hanya lulusan SMA satu bulan setidaknya dia sudah mengantongi satu juta liam ratus ribu, tanpa harus kuliah dulu empat tahun bahkan bisa lebih, masih ditambah satu tahun sertifikasi itupun kalau lulus kalau tidak ya mengulangi tahun depan.
Akan tetapi pikiran ini belum bisa menerima alasan tersebut, bukankah jam kerja guru lebih pendek, kerja guru lebih ringan tidak ahrus angkat-angkat ataupun mengerjakan pekerjaan fisik berat lainya, dan ada kemungkinan dia akan diangkat jadi guru tetap bahkan menjadi Pegawai Negeri Sipil suatu pekerjaan  yang sangat diidam-idamkan para pemuda-pemudi Indonesia saat sekarang ini. Akan tetapi aku masih mencoba bersabar dengan tidak menyela perkataanya.
Menjadi seorang guru memiliki tanggung jawab yang berat, selain harus mencerdaskan anak didiknya dia harus  mengontrol, mengarahkan, mengawasi perilaku anak didiknya agar berperilaku tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat dengan kata lain dia juga harus berperilaku baik, mencontohkan akhlak mulia melalui sikap dan perilakunya, berbudi pekerti luhurpula, agar dia tidak disalahkan oleh pihak sekolah maupun orang tua, jika muridnya melakukan tindakan menyimpang dari norma-norma dimasyarakat. Guru juga memiliki jam kerja panjang, selesai megajar dia harus membawa pekerjaanya ke rumah seperti mengkoreksi jawaban-jawaban muridnya, menyiapkan pelajaran untuk besok, menyiapkan soal untuk ulangan, menyiapkan nilai rapor. Seorang guru harus menambah wawasanya, kemampuan dan selalu meng up grade informasi serta pengetahuan yang disesuaikan dengan materi atau kebutuhan agar tidak tertinggal oleh jaman serta tidak malu didepan murid-muridnya. Serta, Kelak sayapun akan berkeluarga, jika hanya mengandalkan dari gaji guru apakah saya bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga saya ,yang mana kecenderungan setip tahun kebutuhan hidup akan semakin meningkat.
Aku mulai merenung, memikirkan perkataan sang imam isya’. Aku berpikir memang ada benarnya perkataan sang Imam Isya’. Seorang guru pada dasarnya memiliki tujuan mulia yaitu mendidik anak didiknya agar menjadi orang yang cerdas, memiliki akhlak mulia dan kelak menjadi orang berguna bagi bangsa dan negaranya. Akan tetapi profesionalitas, pengapdian, kerja keras, pengorbanan jika tidak ditunjang dengan gaji yang mensejahterakan, sedikit demi sedikit akan mengurangi profesionalitas, pengabdian dan pengorbanan seworang guru. Semisal, guru akan mencari uang tambahan guna mencukupi kebutuhanya dengan cara membuka les privat keliling atau dirumahanya, yang dikawatirkan guru tidak akan konsentrasi dalam mendidik karena sudah lelah dengan jam tambahan disekolah maupun jam les privat miliknya dan lebih mementingkan les privat yang digelutinya karena uangnya lebih besar.
Renunganku semakin jauh kedalam, aku memikirkan nasib guru-guruku terdahulu, bagaimana nasib mereka sekarang, apakah sekarang perekonomian mereka lebih baik dari dahulu, atau sama saja, ataukah justru mereka dihadapkan dengan masa tua yang suram tanpa adanya pensiunan dan tunjangan hari tua untuk mereka. Jika posisi mereka pada poin ketiga memang benar adanya kata pepatah “Guru itu pahlawan tanpa tanda Jasa” terutama guru honorer, karena sewaktu mereka mengajar ataupun saat pensiun jadi guru entah karena factor usia ataupun penyakit, mereka tidak mendapatkan tanda jasa mereka berupa medali, gaji yang mensejahterakan ataupun tunjangan dari dinas terkait. Berarti kebandelan dan kenakalanku yang aku banggakan selama sekolah justru menambah beban pekerjaan bagi mereka, dan sekarang aku merasakanya sendiri. Terimaksih untuk para guruku yang telah mendidikku disekolah dan guru yang telah mengajarkan diriku tentang ilmu kehidupan. Aku tidak bisa membalas jasa-jasa kalian, hanya Allah Swt-lah yang dapat membalas kebaikan anda sekalian. Aku hanya bisa berdoa semoga kalian mendapatkan kesejahteraan, kebahagiaan, kedamaian hidup di dunia dan di akhirat dan semoga Allah swt kelak menempatkan kita semua disisinya yang Mulia yaitu syurganya yang mengalir dibawahnya sungai-sungai yang tidak pernah kering, serta kelak kita bisa berjumpa dengan Allah Swt seraya menatapnya dengan penuh kebahagiaan. Amin.
Lamunanku kemudian buyar dan aku tersadar oleh suara sang Imam isya’, hujanya sudah reda mas. Kemudian aku pamit untuk pulang.
Cerita ini ku persembahkan untuk sang imam Isya’, guru-guruku terdahulu dan sekarang serta utnuk para guru honorer yang masih setia dan ikhlas untuk mencerdaskan segi kognitif maupun afektif generasi penerus bangsa Indonesia, semoga harkat dan martabat serta kesejahteraan kalian terangkat di dunia dan akhirat. Semoga pemerintahan baru lebih peduli lagi terhadap kesejahteraan para guru entah guru tetap, PNS ataupun honorer dengan memberikan pelatihan yang tidak kejar tayang dan kenaikan gaji serta tunjangan. Bagaiman pendidikan karakter, pendidikan nasionalis, pendidikan kejujuran dan pendidikan berbasis sains akan tercapai jika kesejahteraan dan kwalitas para guru terabaikan.

Minggu, 14 September 2014

ADIL?



Terinspirasi dari kepala daerah yg telah ditangkap KPK, tapi hanya dijatuhi hukuman yang ringan.
Aksi demonstrasi yang berakrif dengan kerusuhan, perilau main hakim sendiri atas para perampok, copet yang tertangkap, dan perilaku anarkis lainya merupakan suatu bentuk kekecewaan masyarakat atas ketidak adilan yang sering terjadi dinegeri ini. Masyarakat mulai tidak percaya terhadap lembaga-lemabaga yang mengurusi hukum maupun pemerintahannya sendiri. Perilaku anarkis tersebut merupakan letupan-letupan kecil dari gunung es (gunung es itu terlihat kecil puncaknya akan tetapi besar secara keutuhan), perilaku anarkis tersebut muncul dikarenakan ras kecewa masyarakat yang mendalam dan besar atas perilaku para pemimpinya.
Rakyat sudah jenuh, lelah, pengap, gerah, hal-hal itulah yang dirasakan oleh rakyat kalangan bawah. Rasa itu muncul akibat melihat para pengusa sekaligus merintis jadi pengusaha yang melegalkan segala cara dari mulai menyuap, menyogok hingga menggunakan pengaruhnya (kekuasaannya) untuk membesarkan, membuat Berjaya,mempermudah perijinan usaha korporasi kolega serta anggota keluarganya atau bahkan usahanya sendiri dan mempersulit pergerakan usaha pesaingnya, untuk mencapai usaha tersebut aparat penegak hukum disuap, sehingga dapat mengamankan posisinya selama menjabat ataupun selama dijerat (hukum).
Akses disegala bidang mudah, sangsi ringan, denda yang jumlahnya kecil dibanding dana yang telah dipindah ke rekening pribadi, fasilitas mewah di dalam hotel rodeo, membuat rakyat kecil kecewa dan dendam akan tetapi tidak dapat berbuat apa-apa selain mengelus dada dan pasrah menunggu hukum Tuhan Yang Maha Kuasa yang akan dijatuhkan kepada pemimpin mereka yang korup. Sedangkan sebagian pemimpin Negara ini yang korup masih menganggap rakyat kalangan bawah itu bodoh, tidak tahu apap-apa sehingga mudah dibohongi. Pendapat itu tidak sepenuhnya benar karena sebagian dari masyarakat kalangan bawah bertambah cerdas meskipun dengan kirikulum yang belum siap dan masyarakat sudah melek informasi meskipun masih mahal, akan tetapi ada baberapa kelemahan rakyak kecil Negara ini salah satunya tidak dapat merubah keputusan hakim, DPR ataupun Pemerintah yang kadang sangat merugikan rakyat dan hal inilah menjadi salah satu factor penyebab rakyat Indonesia menjadi apatis terhadap kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan hasil dari ketiga lembaga tersebut karena ketidakberdayaan mereka atas kebijakan tersebut. “maaf” seekor harimau jawa (konon katanya hampir menuju kepunahan) yang sudah dipelihara dari kecil akan patuh kepada sang pawang (majikan) karena setiap harinya diberi makan, tempat tinggal bahkan membersihkan kotoranya. Akan tetapi, kenapa masih ada beberapa pejabat (eksekutif, legislative, yudikatif) sudah diberi makan, tempat tinggal, jabatan , kekuasaan plus fasilitas mewah masih tidak patuh kepada sang majikan (rakyat Indonesia), justru masih memilii keinginan menerkam, mencabik-cabik sang majikan (rakyat Indonesia) dan memilih patuh terhadap majikan pemberi kenikmatan semu dan sementra. Apakah sang majikan (rakyat indonesia) harus mengeluarkan cemeti atau senapan (seperti kasus 1998) untuk menjinakkan atau melumpuhkan harimau, agar harimau patuh dan tunduk kepada sang majikan (rakyat indonesia).



Senin, 08 September 2014

TIGA CARA DALAM MOTIVASI




Kawan-kawanku para motivator muda atau setidaknya berjiwa muda yang ingin melibatkan diri dalam dunia motivator, Jika dikaji, secara umum teknik atau cara memotivasi dibagi ke dalam tiga golongan, pertama dengan perkataan, kedua dengan tindakan riil, ketiga menggunakan contoh yang telah dilakukan oleh sang motivator dan tentunya contoh sukses. Ketiganya akan diuraikan secara singkat.
Pertama, motivasi hanya dengan kata-kata. Motivasi ini dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang sifatnya menghibur, memberikan semangat, memberikan cerita tentang kisah-kisah orang sukses, dan kata-kata tersebut diharapkan dapat menjadi sugesti positif dan membangaun mental para pendengar. Motivasi ini cocok untuk orang terkena musibah seperti bangkrut, ditinggal pasangan, pelajar yang ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Motivasi ini kurang cocok untuk orang yang ingin memulai usahanya dari nol (bawah, tidak memiliki akses untuk berbisnis missal modal financial tidak punya, kemampuan minim, akses informasi terbatas), jika hanya diberi motivasi dengan kata-kata, maka orang tersebut akan bersemangat pada awalnya dan ada kemungkinan akan memulai ide wirausaha yang ada dibenaknya, akan tetapi pada saat ingin melaksanakan idenya dia berbenturan dengan realitas yaitu tidak tersedianya modal keuangan, kemampuan terbatas, dan akseses atau informasi terbatas, semangat yang tadinya menggebu-gebu dalam dada semakin lama-akan semakin terkikis oleh waktu dan hanya akan jadiangan-angan belaka.
Motivasi kedua adalah dengan tindakan nyata. Memotivasi seseorang selain memerlukan motivasi kata-kata, juga dibutuhkan motivasi dalam tindakan nyata, misalnya memberikan bantuan modal keuangan kapada para pelaku bisnis yang modalnya terbatas, memberikan pelatihan kepada wirausawan baru agar kemampuanya dibidang usaha yang digelutinya meningkat atau setidaknya memilki kemampuan dibidang usaha yang akan digelutinya, bantuan pemasaran, hal-hal tersebut merupakan contoh memotivasi orang dengan tindakan nyata dibidang wirausaha.
Ketiga adalah motivasi dalam bentuk contoh yang sudah ada (ada dalam dunia realita bukan hanya sekedar dongeng). Motivasi ini diperlukan karena dapat memicu dan memberikan semangat para peserta motivasi. Semisal motivator pemberi materi adalah pelaku atau actor utama dalam meteri motivasinya, dan motivasi ini lebih menyentuh dan mengena karena motivator adalah pelakunya.
Dari uraian diatas membuatku merenung sejenak, apakah cukup jika aku ingin memotivasi orang untuk melakukan sesuatu akan tetapi aku tidak memiliki kapabilitas dan akses kearah sana (tema yang sedang aku bahas dalam motivasiku). Aku memberikan motivasi tentang berwirausaha akan tetapi aku tidak memiliki usaha, aku memberikan motivasi bertema keluarga sedangkan aku sendiri belum berumahtangga, aku memotivasi seseorang untuk berhenti merokok akan tapi aku sendiri bukan seorang perokok yang telah bertobat.
Terkadang aku tidak ingin terjebak pada egoku untuk membantu seseorang terlepas dari segala permasalahanya, karena setiap penyelesaian masalah yang dihadapi seseorang itu berbeda antara satu sama lainya, tergantung pada daya kesabaran, keinginan, kemampuan, daya piker, daya tangkap untuk menyelesaikan masalah. Bahkan seseorang yang memilki masalah yang sama, terkadang menyelesaikan masalahnya dengan cara yang berbeda. Jadi buat apa saya memaksakan motivasi atau sugestiku  kepada orang lain utnuk mengatasi atau menyelesaikan masalahnya. Tugas seorang motivator adalah memberikan sebuah pancingan atau stimulus kepada peserta (klien) untuk menemukan pemecahan (solusi)atas yang sedang dihadapinya. Hal tersebut diilhami dari kisah seorang sufi (seorang muslim bijak). Ketika seorang sufi dimintai sedekah oleh orang miskin (orangnya masih memiliki kekuatan untuk melakukan pekerjaan berat) untuk menyambung hidup dirinya dan keluarganya. Sang sufi tidak memberinya dengan uang atau makanan, akan tetapi memberinya kapak. Dalam raut muka sang peminta muncul rasa kecewa dan muncul dalam benaknya buat apa sebuah kampak karena yang dia butuhkan adalah makanan atau setidaknya sedikit uang untuk membeli makanan.

seorang sufi tanggap akan hal tersebut dan sebelum peminta itu mengajukan pertanyaan, rasulullah saw bertanya                         :“apakah yang dapat kamu lakukan dengan kapak tersebut”.
Peminta                               : aku bisa menjualnya dan uangnya aku gunakan untuk membeli makanan.
Sang sufi bertanya           : berapakah uang yang dapat kamu hasilkan dengan menjual kapak tersebut? Dan untuk berapa harikah uang tersebut jika kamu gunakan untuk memenuhi kebutuhan dirimu dan keluargamau?
Peminta                               : mungkin sekitar RP 80.000 (dalam kurs rupiah), dan cukup untuk dua hari.
Sang sufi                              : setelah dua hari, bagaimana kamu akan memenuhi kebutuhanmu dan keluargamu/
Peminta                               : akan kembali meminta-minta belas kasihan orang lain.
Sang sufi                              : menurutmu apa fungsi dari kapak?
Peminta                               : untuk menebang pohon, untuk membelah kayu.
Sang sufi                          : apa kamu bisa melakukan hal tersebut dengan kapak itu? Jika bisa tolong besok bawakan potongan kayu tersebut  kepadaku.
Peminta                               : bisa, wahai sufi.
Keesokah harinya peminta itu membawakan beberapa ikat kayu yang telah dia belah dan diserahkan kepada Sang sufi. Sang sufi menerima kayu tersebut dan memberikan imbalan berupa uang dan makanan kepada sang peminta. Sang peminta merasa senang karena mendapatkan uang dan makanan. Keesokan hari dia kembali kepada Sang sufi dengan membawa beberapa ikat kayu lagi, akan tetapi dia menemui sedikit kekecewaan karena beliau masih memiliki persedian kayu bakar, dengan begitu dia akan pulang tanpa membawa uang dan makanan. Melihat raut wajah yang kecewa, Sang sufi menyuruhnya berkeliling kampong, siapa tahu ada yang membutuhkan kayu bakarnya. Akan tetapi Sang sufi tidak tingal diam, dia mengumpulakan para sahabatnya dan menanyakan siapa yang membutuhkan kayu bakar untuk memasak maka kalian dapat membelinya dari si fulan yang dulunya peminta-minta.
Dengan begitu orang miskin (peminta) tersebut dapat menyelesaikan masalah ekonominya dan menjadi madiri serta memperoleh harga dirinya kembali karena terbebas dari meminta-minta.

Minggu, 07 September 2014

ZUHUD DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF

PENDIDIKAN INDONESIA



Pendidikan di era prakemerdekaan dijadikan sebuah kebutuhan yg sangat diidam-idamkan oleh penduduk pribumi (bangsa Indonesia), sekarang pendidikan di negara ini menjadi sebuah kwajiban, bahkan muncul jargon “ Wajib Belajar Dua Belas Tahun”, setidaknya itulah program peninggalan pemerintahan yg akan menanggalkan kekuasaanya setelah dua periode menjabat.  Akan tetapi Jargon tersebut memunculkan banyak tafsir didalam pikiranku.
 Pertama wajib belajar dua belas tahun memiliki pengertian bahwa pemerintah itu mengharuskan rakyat Indonesia agar menempuh pendidikan selama dua belas tahun, disitu muncul penafsiran bahwa rakyat Indonesia itu malas atau tidak mau menempuh pendidikan formal,jadi pemerintah harus melakukan pemaksaan agar rakyat Indonesia mau belajar selama dua belas tahun disekolah-sekolah yang sudah disediakan oleh pemerintah atau swasta.
 Kedua, wajib belajar dua belas tahun, kalo dulu wajib belajar Sembilan tahun yang dimulai dari jenjang SD hingga SMP, akan tetapi seiring kemajuan jaman pendidikan dimulai dari ranah play group (kelompok bermain) jika dihitung untuk menyelesaikan dari jenjang play group hingga Tk sudah 3 tahun, SD 6 th, SMP 3 th, ya sama aja anatara jargon wajin belajar Sembilan tahun dan wajib belajar dua  belas tahun.
Ketiga, wajib belajar dua belas tahun. Jika dua belas tahun ini dimulai dari jenjang SD sampai SMA berarti program itu mengalami kemajuan, akan tetapi muncul permasalah baru dengan begitu bangsa Indonesia akan terus tertinggal dengan Negara-negara tetangga terdekat atau bahkan tertinggal jauh dengan Negara-negara eropa barat muapun amerika serikat. Bangsa Indonesia akan menjadi malas dalam menempuh pendidikan kejenjang perguruan tinggi, karena hanya diwajibkan dua belas tahun saja. Memang kwalitas seseorang itu tidak dapat dinilai dari gelarnya, akan tetapi apa jadinya kalau seorang Presiden Indonesia, Ketua MPR, Ketua DPR, Kejaksaan Agung, Ketua MA tidak berasal dari perguruan tinggi, “maaf”, hanya lulusan sekolah menengah, kemungkinan besar Negara dan Bangsaku akan semakin terkucilkan, semakin tidak dihargai, semakin terpinggirkan dikancah Internasional. Padahal para pendiri bangsa ini memiliki cita-cita luhur dalam pembukaan UUD 45 salah satunya berbunyi mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tugas penting bahkan bisa dikatakan kewajiban Negara (pemerintah yg sedang berkuasa). Anggaran berkisar 7% dari APBN tidaklah cukup untuk mencerdaskan bangsa ini secara menyeluruh, kalo pemerintah memiliki keberanian dan nyali naikkanlah anggaran pendidikan berkisar 25-30 % dari APBN, tentunya juga anggaran untuk kesehatan juga dinaikkan, dan jangan lupa menyediakan pekerjaan dengan gaji yang mensejahterakan.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More