Tasawuf Kontemporer: Jalaluddin Rakhmat
I. PENDAHULUAN
Tasawuf
kontemporer memiliki beberapa pengertian. Taswuf
kontemporer adalah memahami atau mengkaji pemikiran-pemikiran tasawuf pada abad
ke-20 sampai sekarang dan penyasuainya pada zaman sekarang. Tasawuf kontemporer adalah pemahaman
tasawuf dengan pola pikir baru yang berorientasi pada pemecahan permasalahan kemasyarakatan
dan kehidupan modern (zaman sekarang).[1] Dari pengertian-pengertian itulah,
tasawuf kontemporer mencoba melepaskan diri dari penggambaran atau pelabelan
yang negatif.
Berbicara
mengenai tasawuf kontemporer tidaklah lepas dari para tokoh-tokohnya seperti
Fazlur Rahman, Imam Khomeini, Sayyid Husaein
Nasr dan lain sebagainya yang berasal dari luar negeri. Ada pula tokoh-tokoh
tasawuf kontemporer yang berasal dari Indonesia, diantaranya Profesor Hamka, Nur
Cholis Majid, Jalaluddin Rakhmat dan para tokoh tasawuf lainya.
Didalam
makalah ini akan dibahas mengenai Jalaluddin Rakhmat. Jalaluddin Rakhmat
dulunya adalah orang yang sangat rasionalis dan memegang teguh fikih sehingga dia
berpikir agama itu harus rasional dan segala bentuk ibadah harus sesuai dengan
fikih. Didalam proses berfikirnya, dia merasakan kekeringan didalam rutinitas
ibadah, seolah-olah ibadahnya hanya dilakukan sebatas formalitas saja tanpa
menyentuh sisi spiritualitasnya.
Jalaluddin
Rakhmat memiliki pemikiran yang kontroversi sekaligus cemerlang untuk
pembaharuan di dalam Islam misalnya dia pernah menyajikan makalah tentang tabaruk dan tawasul[2]
pada pertemuan Majelis Ulama Indonesia (MUI), kota Bandung. Mengesahkan adanya
nikah mut’ah.[3]
Mengkritisi fikih para imam terdahulu, karena menurutnya zaman itu selalu
berubah jadi fikih harus berubah juga, padahal pada waktu orde baru pembaharuan
pemikiran atau pengakuan demokrasi berfikir tidak ada. Pemikiran – pemikiran yang
kontroversi tersebut, tidaklah lepas dari biografinya. Dan Jalaluddin Rakhmat
memiliki pemikiran dan karya yang ditawarkan kepada umat Islam di Indonesia,
terutama dibidang tasawuf, dimana hal tersebut yang akan dibahas dalam makalah
ini.
II.
BIOGRAFI
Jalal adalah
panggilan Jalaluddin Rakhmat, beliau lahir pada tanggal 29 Agustus 1949 di
Rancaekek, Bandung. Beliau di lahirkan dikalangan keluarga Nahdhatul Ulama
(NU). Ibunya adalah orang yang aktif dalam mengajarkan ajaran Islam di desanya.
Ayahnya adalah seorang pemuka agama sekaligus tokoh masyarakat. Karena terjadi
pergolakan politik pada waktu itu, Sang ayah meninggalkan Jalaluddin Rakhmat
yang masih berusia dua tahun untuk menyebarkan dan menegakkan syariat Islam.[4]
Dia dirawat oleh ibunya. Ibunya menyekolahkan
Jalaluddin Rakhmat ke sekolah umum pada pagi hari, mengantarkan ke Madrasah
sore hari, membimbingnya membaca kitab kuning pada malam hari. Jalal
mendapatkan pendidikan agama hanya sampai akhir sekolah dasar.
Jalaluddin
Rakhmat memulai memulai pendidikan formalnya dari Sekolah Dasar (SD) di
kampungnya. Lalu Dia melanjutkan sekolah di SMP Muslimin III Bandung. Setelah
lulus SMP,dia melanjutkan pendidikanya ke SMA II Bandung dan ia sempat
bergabung dengan Persatuan Islam (persis). Kemudian dengan menggunakan ijazah
SMA, ia melanjutkan studinya di Fakultas Publisistik Universitas Padjajaran
(UNPAD) yang sekarang berganti nama menjadi Fakultas
Ilmu Komunikasi, pada masa kuliah dia juga sempat bergabung dengan Muhammadiyah
dan di didik di Darul Akram Muhamaddiyah.[5]
Awal mula Jalaluddin
Rakhmat mengenal syia’ah, itu dimulai dari perkanalanya dengan Haidar Bagir
dari ITB, dan K. H. Endang Saefuddin Anshory (almarhum) pada sebuah konferensi
di Kolombia pada 1984. Dari konferensi tersebut dia memperoleh buku-buku
mengenai para pemikir syi’ah. Sejak itula dia mendalami gagasan para pemikir
iran seperti Ali Syari’ati, Murthadha Muthahari, dan Imam Khomeini.[6]
Mengenai Imam Khomeini, dia berpendapat bahwa Imam khomeini adalah seorang sufi
yang tidak mengasingkan diri dari masyrakat, Imam Khomeini adalah sufi yang
telah mengguncangkan dunia. Kekagumanya kepada Imam Khomeini membuat Jalaluddin
Rakhmat memperdalam ilmu tasawufnya.[7]
Selain alasan itu, Jalaluddin rakhmat memperdalam ilmu Tasawufnya dikarenakan
salah satu jamaahnya (Marwan) meninggal tertabrak kereta api, yang mana sebelum
meninggal Marwan sempat menyampaikan pesan terakhir kepada keluarganya untuk
merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Dengan kejadian itu, Jalaluddin Rakhmat
merenung, orang yang hanya memiliki sedikit ilmu tentang agama (Marwan) ingin
merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad saw akan tetapi kenapa dia (Jalaluddin
Rakhmat) yang memiliki ilmu agama yang luas tidak memiliki keinginan untuk
merayakan hari kelahiran Nabi Muhammada saw, padahal Nabi sangat berjasa bagi
umat Islam dan dirinya (Jalaluddin Rakhmat), sehingga sirnalah kepongahanya
yang kemudian mengantarkan dirinya untuk mendalami tasawuf.[8]
Semenjak
mempelajari ilmu tasawuf, dia beralih yang semula suka mempelajari fikih
menjadi memilih tasawuf sebagai kajian dakwahnya. Alasan dan pertimbangan
kenapa dia memilih pendekatan tasawuf di antaranya[9].
Pertama, perhatian umat Islam di Indonesia
terhadap fikih sudah terlalu lama dan terlalu dalam. Sehingga melahirkan
organisasi-organisasi keagaaman yang berdasarkan fikih.
Kedua, fikih tidak memberi makna yang mendalam
dalam menjalankan agama. Karena keimanan dan ketaqwaan seseorang hanya diukur
oleh sejauhmana dia menjalankan fikih, yang mana fikih itu masih berupa
sesungguhnya masih ijtihad para ulama dam memehami al-Qur’an maupun as-Sunnah.
Ketiga,
fikih sering menjadi sebab perdebatan di antara umat Islam yang mengakibatkan rapuhnya
sendi ukhuwah Islamiyah. Sehingga menyebabkan umat Islam terkotak-kotak, bahkan
saling memusuhi dan saling menghancurkan.
Keempat,
kecenderungan masyarakat era 80-an, banyak orang berbondong-bondong mendalami
Islam. Pada umumnya mereka tidak mau mendalami persoalan fikih, tetapi mereka
mencari dari Islam sesuatu yang bisa mendatangkan ketenangan batin, yakni
tasawuf. Atau dengan kata lain kecenderungan “pasar” yang menginginkan tasawuf.
Gejala ini terjadi khususnya bagi masyarakat perkotaan dengan segmen kelas
sosial menengah ke atas. Gejalanya bisa dilihat dari semakin ramainya majelis
ta’lim yang menyelenggarakan kajian tasawuf.
Kelima , Jalaluddin Rakhmat membaca buku-buku mengenai fikih
klasik sampai yang modern, menyimpulkan fikih pambahasanya monoton, bahkan
cenderung mengulang dari pembahasan fikih yang sebelumnya. Berbeda halnya
dengan tasawuf, dari zaman-ke zaman selalu berubah. Alasan keenam , berkaitan
denga aspek kejiwaan, masyarakat jenuh jika terus berdebat mengenai fikih. Fikih jika diperdebatkan, maka fikih tidak akan ada habisnya.
III.
PEMIKIRANYA dan KARYANYA
Pemikiranya
Jalaluddin Rakhmat memiliki buah
pemikiran mengenai tasawuf yang cemerlang. Diantaranya wara’, zuhud, sabar. Wara’ menurut Jalaluddin Rahmat adalah
nilai kesucian diri. Islam menyeru semua manusia untuk menyucikan dirinya.[10]
Dan menyeru kepada semua orang untuk berlomba-lomba untuk menyucikan dirinya. Manusia dipersilahkan untuk mencari
kekayaan sebanyak-banyaknya, dan
jadikanlah kekayaan tersebut untuk menyucikan diri. Serta menuntut ilmu yang dapat
meningkatkan kualitas kesucian diri.
Jika seseorang ingin menuju jalan Allah, maka seseorang harus menyerap
sifat-sifat Tuhan, untuk menyerap sifat-sifat Tuhan manusia haruslah menyucikan
diri dan membersihkan hati dengan tobat. Karena dosa dapat mengotori hati, dan
dosa itulah yang menghijab manusia dengan Tuhan.[11]
Zuhud bukan
berarti meninggalakn dunia, tetapi tidak meletakkan dunia di hati. Zuhud bukan
menghindari kenikmatan dunia beserta isinya, akan tetapi memanfaatkan dunia
tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah.[12] Ali ibn Abi Thalib menjelaskan bahwa zuhud terdapat dalam dua kalimat
didalam Al Quran,
xøs3Ïj9 (#öqyù's?
4n?tã $tB
öNä3s?$sù
wur (#qãmtøÿs?
!$yJÎ/ öNà69s?#uä
3
ª!$#ur w =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøèC
Aqãsù
ÇËÌÈ
” Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka
cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS al- Hadiid: 23).
Siapa yang tidak bersedih kerena kehilangan
apa yang dimiliknya, dan tidak berbangga berlebihan terhadap yang dimilikinya,
dia adalah orang yang zuhud. Dari kalimat yang diungkapkan oleh Ali ibn Abi
Thalib dapat ditarik dua kesimpulan mengenai karakteristik seorang yang zuhud. Pertama
, seorang zahid[13] tidak menggantungkan kebahagian hidupnya
kepada harta yang dimilikinya. Alangkah rendahnya manusia apabila kehidupan
bila kebahagian digantungkan kepada benda-benda mati atau benda yang bersifat
sementara. Alangkah rentanya manusia dalam menghadapi persoalan , bila hatinya
diletakkan pada benda-banda yang dimilikinya.
Kedua,
kebahagian seorang zahid tidak terletak pada hal-hal yang bersifat material,
tetapi pada hal-hal yang bersifat spiritual. Manusia semakin dewasa bila
memperoleh kesenangan dari hal-hal yang bersifat spiritual seperti memperoleh
ilmu, dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah.[14]
Kesabaran itu muncul ketika ada konflik.[15] Manusia dikatakan sabar apabila dia
menemui konflik dan dapat menyelesaikanya dengan hati yang ikhlas. Allah berferman:
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3
ÌÏe±o0ur úïÎÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ
” Dan sungguh akan kami
berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar ”. (QS. Al-Baqarah: 155).
Maksud ayat
diatas ialah ujian itu untuk mengetahui orang-orang yang sabar. Sabar itu
melaksanakan apa yang perintah agama dengan meninggalkan tuntutan nafsu yang
tidak akan pernah puas.[16]
Jalaluddin
Rahmat juga berpendapat , didalam melaksanakan ibadah janganlah unsur formalitas
saja yang dipenuhi, akan tetapi unsur spiritualitas juga harus dipenuhi.
Semisal ibadah puasa, menjalankan ibadah puasa sebatas formalitas (syari’at)
itu diibaratkan puasanya orang awam. Dan
orang yang berpuasa selain menggunakan syariat yang benar dan mendapatkan sisi
spiritualitasnya maka puasanya bagaikan puasa orang khawash (khusus)
yaitu pengendalian alat indera lahir dan indera batin, dan puasanya orang
khawash al khawash yaitu puasa orang yang sudah mengendalikan hatinya
sehingga tidak mengingat selain Allah.[17]
Sehingga ibadah puasa tersebut dapat menyehatkan badan serta membuat seseorang
merasa tentram.
Selain itu Jalaluddin
Rakhmat mengungkapkan gagasanya mengenai konsep bertasawuf, bahagia atau
menderita merupakan suatu pilihan, ibadah itu mencakup dua aspek yaitu ritual
dan sosial, kematian yang wajar (sakit atau berjihad di jalan Allah bukan
karena bunuh diri) merupakan bentuk kasih sayang Tuhan kepada hamba-hambanya
karena dengan kematian yang wajar, Tuhan sedang membersihkan manusia dari
dosa-dasanya.[18] Untuk gagasan mengenai konsep tasawuf di
dalamnya terdapat menyesuaikan diri dengan perintah Allah (muwafaqah), mencintai Rasulullah dan para Imam serta menyayangi
sesama hamba Allah (munasabah),
mengendalikan dorongan hawa nafsu (mukhalaf),
memerangi setan (mukharabah).
Mengenai konsep
ibadah itu mencakup ritual dan sosial, Jalaluddin Rakhmat memberikan contoh kepada
umat Islam melalui shalat, jika ingin dekat dengan Allah Swt, maka umat Islam
haruslah membantu orang-orang yang teraniyaya, orang-orang yang menderita serta
orang-orang yang miskin. InsyaAllah, apabila sesudah mengerjakan shalat, kemudian
menyantuni orang-orang miskin dan menolong orang-orang yang tertindas, maka
orang tersebut akan memperoleh kenikmatan dari shalat yang dikerjakanya setiap
hari. [19]
Karyanya
Karya-karya
yang telah dibukukan oleh Jalaluddin Rakhmat dibidang fikih, diantaranya:
Jalaluddin Rakhmat Menjawab Soal-Soal
Islam Kontemporer (1998). Buku ini berisi tentang Tanya jawab antara Jalaluddin
Rakhmat dengan para jamaah masjid al-Munawarah. Yang menyangkut fikih maupun
tasawuf, ataupun prmasalahan yang melanda masyarakat kota. Dalam buku ini dibagi menjadi empat
bagian, yang pertama seputar ibadah
mahdhah, keduaa seputar ibadah
mu’amalah, ketiga seputar ahlul bait, keempat seputar tafsir, hadis, dan
masalah kontemporer.[20]
Karya-karya yang telah dibukukan oleh
Jalaluddin Rakhmat dibidang tasawuf, diantaranya:
Kuliah-kuliah tasawuf adalah buku yang
ditulis oleh Sukardi yang mana didalam buku itu memuat ceramah-ceramah dan
pemikiran Jalaluddun Rahmat dan pemikir lainya yang dibukukan oleh orang lain. Di dalam buku ini pada bab 1, mengantarkan
pembaca untuk memahami tasawuf dari segi bahasa maupun dari segi makna. Pada
bab 2, pembaca diajak memehami tasawuf dari tokoh-tokoh tasawuf. Dan pada bab
3, memberikan pengetahuan kepada para pembaca mengenai amalan-amalan taswuf
yang dapat dilakukan didalam kehidupan sehari-hari. Dan terakhir pada bagian
lampiran menjelaskan kekaguman Jalaluddin Rakhmat kapada tokoh sufi Imam
Khomeini dan membahas mengenai refleksi perjalanan sufistik yang dilakukan oleh
Rasulullah saw melalui isra mikraj.
Reformasi
Sufistik ”Halaman Akhir” Fikri Yathir (1998). Buku ini merupakan kumpulan
tulisan Fikri Yathir, dimana Fikri Yathir merupakan kepribadian Jalaluddin
Rakhmat yang muncul sewaktu menuliskan ide-idenya dalam rubrik ”Halaman Akhir”
di majalah Ummat. Ide-ide yang ditulis bukanlah sekedar kata-kata belaka, akan
tetapi pembaca dapat memetik hikmah yang dapat diambil sebagai pelajaran dalam
menjalani kehipan di Dunia ini.[21]
Renungan-Renungan
Sufistik (2000). Buku ini menjelaskan kepada para pembaca, supaya pembaca dapat
menyesuaikan diri dengan perintah-perintah Allah (muwafaqah). Dan mencintai Rasulullah saw, para imam, serta
menyayangi sesama hamba Allah (munashahah).
Mengendalikan tuntutan hawa nafsu (mukhalafah),
serta mengajarkan tentang memerangi setan (muharabah).[22]
IV.
ANALISIS
Jalaluddin
Rakhmat adalah seorang yang beraliran syi’ah yang mengagumi dunia tasawuf.
Karya-karya beliau yang telah dibukukan lebih dari empat puluh buku, akan
tetapi penulis hanya membaca empat buah buku yaitu satu dibidang fiqh dan tiga dibidang
tasawuf. Dibidang tasawuf beliau memiliki tiga konsep yang ditawarkan kepada
masyarakat modern diantaranya ada wara’, zuhud
dan sabar, dimana pemikiran tersebut telah dibahas didalam makalah.
Wara, zuhud dan sabar yang ditawarkan beliua terbilang cukup
mudah jika ditransformasikan di zaman modern ini, karena beliua adalah seorang
sufi kontemporer. Wara’ yang
ditawarkan kepada umat manusia pada umumnya dan umat islam pada khususnya untuk
menyucikan diri dengan cara menuntut ilmu yang dapat meningkatkan kualitas
kesucian diri itu sesuai dengan tuntutan dizaman modern ini, karena segala
sesuatunya pasti ada ilmunya. Dengan menyucikan hati, seseorang akan terjaga kesehatan
jiwanya, dan jiwa yang sehat akan menghindarkan dari gangguan psikologis yang
mana gangguan psikologis dapat menyebabkan gangguan kesehatan fisik.
Seorang
zahid tidak menggantungkan kebahagian hidupnya kepada harta yang dimilikinya
serta tidak terletak pada hal-hal yang bersifat material, tetapi pada hal-hal
yang bersifat spiritual. Dengan zuhud semacam
itu bisa mengatasi permasalahan yang muncul di Indonesia, seperti korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN) yang awal mulanya adalah sikap keserakahan.
Manusia
dikatakan sabar apabila dia menemui konflik dan dapat menyelesaikanya dengan
hati yang ikhlas. Para pakar psikologi menyatakan masyarakat Indonesia sekarang
ini sedang mengalami stres massal, itu dibuktikan dengan semakin marak dan
nekatnya aksi kriminalitas di Indonesia, dan penyebabnya adalah kurang sabarnya
masyarakat dalam memenuhi kebutuhanya dan budaya serba instant. Maka dari itu
konsep sabar yang ditawarkan oleh jalaluddin Rahmat solutif dan bisa diterapkan
oleh masyarakat modern. Dan dengan sabar pula seseorang dapat terhindar dari
pertengkaran, yang mana pertengkaran itu dapat memutuskan tali silahturrahmi
dan menyebabkan cepatnya kecelakaan atau kemalangan kepada orang yang
memutuskan talisilaturrahmi.
Selain itu,
Jalaluddin Rakhmat menegaskan, umat Islam di dalam beribadah haruslah memenuhi
dua aspek yaitu aspek ritual dan sosial. Dengan terpenuhinya kedua aspek tersebut
ibadah seseorang dapat diterima oleh Allah Swt, jika seseorang melakukan ibadah
sebatas ritual akan tetapi masih melakukan penindasan kepada orang lain,
menelantarkan orang-orang miskin maka ibadahnya akan tertolak, begitu pula
sebaliknya jika seseorang melakukan kegiatan sosial tanpa didasari niat karena
Allah Swt semata, maka ibadah yang dilakukan hanya mendapat sesuai dengan apa
yang diniatinya.
V.
PENUTUP
Jalaluddin Rakmat telah menawarkan tiga
konsep untuk bertasawuf dizaman modern yang serba materiaslistik yaitu dengan wara’,
zuhud, sabar. Dengan ketiga konsep
tersebut, penulis mengajak kepada diri sendiri dan kepada para pembaca untuk
melaksanakan ketiga konsep tersebut, agar didalam menjalani kehidupan modern
yang serba materialistik, tidak mudah terserang stress ataupun gangguan
kejiwaan lainnya yang disebabkan oleh kecintaan kepada dunia secara berlebihan.
Serta dapat menyelesaikan permasalahan hidup yang muncul dengan menyerahkannya
kepada Allah, karena semuanya akan kembali kepada Allah.
Daftar Pustaka
Hamka.
1981. Tasawuf Perkembangan dan Pemurnian.
Jakarta: Yayasan Nurul Islam.
Malik, Dedy
Djamaluddin dan Idi Subandy Ibrahim. 1998. Zaman
Baru Islam Indonesia
Pemikiran dan Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais, Nurcholis Majid,
dan Jalaluddin Rakhmat. Bandung:
Zaman Wacana Mulia.
Rakhmat,
Jalaluddin. 1998. Jalaluddin Rakhmat Menjawab
Soal-Soal Islam Kontemporer. Bandung:
Mizan.
---------.1998. Reformasi Sufistik
“Halaman Akhir” Fikri Yathir. Bandung: Pustaka Hidayah.
---------. 2000. Renungan Renungan Sufistik. Bandung: Mizan.
Sukardi. 2000. Kuliah-Kuliat Tasawuf
Jalaluddin Rakhmat- Nurcholish Majid- Husein Sahab - Agus Efendi- Ahmad Efendi -
Ahmad Tafsir - Hasan Rakhmat - Afif Muhammad - Muhammad al Bagir- Haidar Bagir.
Bandung: Pustaka Hidayah.
[1] Penjelasan Hj. Arikhah, M.Ag (dosen fakultas Ushuluddin,
IAIN Walisongo Semarang) pada perkuliahan Tasawuf Kontemporer pada hari selasa
tanggal 6 dan 13 maret 2012.
[2] Tabaruk adalah meminta
barokah atau kebaikan dari sesuatu . sedangkan tawasul adalah menjadikan sesuatu sebagai perantara untuk menuju
Tuhan.
[3]Dedy Djamaluddin Malik dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia Pemikiran dan
Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais, Nurcholis Majid, dan Jalaluddin
Rakhmat, (Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998), h. 148.
[6] Dedy Djamaluddin Malik dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia Pemikiran dan
Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais, Nurcholis Majid, dan Jalaluddin
Rakhmat, (Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998), h. 150.
[7]Sukardi, Kuliah-Kuliat
Tasawuf Jalaluddin Rakhmat- Nurcholish Majid- Husein Sahab- Agus Efendi- Ahmad
Efendi- Ahmad Tafsir- Hasan Rakhmat- Afif Muhammad- Muhammad al Bagir- Haidar
Bagir, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), h.169.
[8] Penjelasan Hj. Arikhah, M.Ag (dosen
fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo Semarang)pada perkuliahan Tasawuf
Kontemporer pada hari selasa, 22 mei 2012 dengan tema Jalaluddin Rakhmat.
[9]
http://ahmadsahidin.wordpress.com/2008/10/28/jalaluddin-rakhmat-sebuah-biografi-singkat/
[10] Jalaluddin Rakhmat. Renungan
Renungan Sufistik, (Bandung: Mizan, 2000), h. 109.
[11] Sukardi, Kuliah-Kuliat Tasawuf Jalaluddin Rakhmat-
Nurcholish Majid- Husein Sahab- Agus Efendi- Ahmad Efendi- Ahmad Tafsir- Hasan
Rakhmat- Afif Muhammad- Muhammad al Bagir- Haidar Bagir, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 2000), h. 35.
[12] Jalaluddin Rakhmat, Renungan
Renungan Sufistik, h. 118.
[13] Zahid diambil dari kata zuhud artinya
“tidak ingin” kepada kemegahan dunia, harta dan pangkat. Dikutip dalam bukunya
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurnian,
(Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1981) , h. 69.
[14] Jalaluddin Rakhmat, Renungan Renungan Sufistik , h. 116.
[15] Jalaluddin Rakhmat, Ibid, h. 123.
[16] Jalaluddin Rakhmat, Ibid, h. 124.
[17] Sukardi, Kuliah-Kuliat Tasawuf Jalaluddin Rakhmat, h. 251-152.
[18] Penjelasan Hj. Arikhah, M.Ag (dosen fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo
Semarang)pada perkuliahan Tasawuf Kontemporer pada hari selasa tanggal 22 mei
2012 dengan tema Jalaluddin Rakhmat.
[20] Jalaluddin Rakhmat, Jalaluddin Rakhmat Menjawab Soal-Soal Islam Kontemporer,
(Bandung: Mizan, 1998). Kata pengantar.
[21] Jalaluddin Rakhmat, Reformasi Sufistik “Halaman Akhir” Fikri Yathir, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1998), pengantar editor.
1 komentar:
menarik
Posting Komentar