TEORI ANALITIK CARL GUSTAV JUNG

I.                   PENDAHULUAN
Carl Gustav Jung awalnya kolega Freud namun, dia keluar dari psikoanalisis Ortodoks untuk mendirikan teori kepribadian. Psikoanalitik dibangun di atas asumsi bahwa fenomena gaib dapat dan sungguh mempengaruhi setiap orang. Jung percaya bahwa setiap diri kita dimotivasikan bukan hanya pengalaman-pengalaman yang direpresi namun, juga oleh pengalaman-pengalaman bernada emosi yang diwarisi dari nenek moyang kita. Imaji-imaji warisan ini membentuk apa yang disebut Jung dengan sebutan alam bawah  sadar kolektif. Alam bawah sadar kolektif mencakup elemen-elemen yang tidak pernah kita alami secara individual namun yang diturunkan pada kita oleh nenek moyang kita.
            Beberapa elemen bawah sadar kolektif ini menjadi sangat berkembang dan Jung menyebutnya Artketipe. Arketipe yang paling inklusif adalah konsep perealasian diri yang hanya dapat dicapai dengan mencapai keseimbangan diantara beragam daya kepribadian yang berlawanan. Kalau begitu teori Jung merupakan sebuah compendium (ikhtiar) dari kutub-kutub yang saling berlawanan. Manusia introvert sekaligus ekstrover, rasional sekaligus irasional, laki-laki sekaligus perempuan, sadar sekaligus tidak sadar, dan didorong oleh kejedian-kejadian masa lalu sekaligus ditarik oleh ekspetasi-ekspetasi masa depan.[1]
            Makalah ini akan membahas mengenai hidup Gustav Carl Jung dan menggunakan fragmen-fragmen dari sejarah hidup Jung untuk mengilustrasikan konsep-konsep dan teori-teori Jung. Konsep bawah sadar kolektif Jung menjadikan teorinya berbeda dengan konsep teori-teori kepribadian yang lainya.
II.                PEMBAHASAN
Biografi Carl Gustav Jung
            Carl Gustav Jung dilahirkan pada Juli 26, 1875 di Kesswil, sebuah kota di Lake Constance di Switzerland. Ayahnya bernama Paul Jung, seorang pendeta desa dan ibunya bernama Emile Preiswerk Jung . Dia lahir di keluarga besar yang besar yang cukup berpendidikan. Jung senior mulai mengajari Jung bahasa latin ketika dia berumur 6 tahun, dan inilah yang menjadi awal minatnya pada sastra dan bahasa khususnya sastra kuno. Disamping bahasa–bahasa Eropa Barat modern, Jung dapat membaca beberapa bahasa kuno, termasuk sansekerta, bahasa asli kitab suci umat Hindu.
            Semasa remaja, Jung adalah seorang yang penyendiri, tertutup dan sedikit tidak peduli dengan masalah sekolah, dan dia tidak mempunyai daya saing yang tinggi. Kemudian dia dimasukkan ke sekolah asrama di Bessl, Swiss. Disini dia merasa tertekan karena temanya cemburu kepadanya sehinggga dia sering membolos sekolah dan hidup dengan perasaan tertekan.[2]
Jung (1961) mendeskripsikan ayahnya sebagai seorang idealis sentimental yang sangat meragukan kepercayaan religinya. Dia melihat ibunya memiliki dua pendirian yang terpisah. Di satu sisi dia adalah seorang yang realistis, praktis dan hangat, tapi di sisi lainnya, dia tidak stabil, mistis, bisa meramal, kuno dan kejam. Seorang anak yang emosional dan sensitif, Jung mengidentifikasikan lebih dengan sisi kedua ibunya ini, yang Jung sebut sebagai sisi ibu Nomer 2 atau kepribadian malamnya (Alexander, 1990). Pada umur 3 tahun, Jung dipisahkan dari ibunya, yang harus dirawat di rumah sakit selama beberapa bulan, dan pemisahan ini sangat menggangu Carl muda. Untuk beberapa waktu yang cukup lama, dia sangat tidak percaya bila ada kata “cinta” disebut-sebut. Beberapa tahun kemudian, dia masih mengasosiasikan “wanita” sebagai tidak bisa diandalkan, sementara kata “ayah” berarti bisa diandalkan. (Jung, 1961).
            Sebelum ulang tahun keempat Jung, keluarganya pindah ke suburb Basel. Dari periode inilah mimpi-mimpi pertamanya bermula. Mimpi yang ini memiliki efek yang sangat besar pada kehidupan selanjutnya dan pada konsep collective unconsciousnya. Pada masa sekolah, Jung menjadi sadar akan dua aspek terpisah tentang dirinya, dan dia menyebutnya kepribadian No. 1 dan No. 2. Pada awalnya, dia melihat kepribadian sebagai bagian dari dunia personalnya, tapi pada masa adolescence dia menyadari akan kepribadian No. 2nya sebagai cermin dari sesuatu yang bukan dirinya - sebuah orang tua yang sudah lama mati. Pada masa itu Jung tidak begitu mengerti kekuatan yang terpisah ini, tapi di tahun-tahun berikutnya dia mengenali bahwa kepribadian No. 2nya sudah berhubungan dengan perasaan dan intuisi yang tidak diketahui kepribadian No. 1nya. Di Memories, Dreams, Reflections, Jung (1961) menulis tentang kepribadian No. 2nya:
            Saya mengalaminya dan pengaruhnya dengan cara yang tidak reflektif; ketika dia ada, kepribadian No. 1 pudar hingga menghilang, dan ketika ego yang semakin identik dengan kepribadian No. 1 sedang mendominasi, orang tua itu, kalau bisa diingat sedikitpun, seperti sebuah mimpi yang sangat jauh dan tidak nyata. Antara umur 16 dan 19 tahun, kepribadian No. 1 Jung muncul lebih dominan dan secara perlahan “merepresi dunia peramalan intuitive” (Jung, 1961, P. 68). Sementara kepribadian conscious sehari-harinya berjaya, dia bisa berkonsentrasi pada sekolah dan kariernya. Dalam teori perilaku Jung, kepribadian No. 1nya adalah extrevert dan selaras dengan dunia objektif, sementara kepribadian No.2nya bersifat introvert dan mengarah kedalam, pada dunia subjektifnya. Maka pada awal masa sekolahnnya, Jung kebanyakan bersifat introvert, tapi ketika tiba masanya untuk menyiapkan diri untuk sebuah profesi dan bertemu dengan kewajiban objektif lainnya, dia jadi lebih extravert, sebuah sifat yang terus berjaya hingga dia mengalami krisis paruh baya dan memasuki periode introversi.[3]
            Walaupun pada awalnya Jung tertarik dalam bidang arkeologi, akan tetapi dia masuk kefakultas kedokteran di universitas of Basel. Kerena berkerja sama dengan neurology terkenal, Kraft Ebing, dia kemudian memilih berkarier didalam bidang psikiatri. Setelah lulus, dia berkerja di Burghhoeltzli Mental Hospital di Zurich dibawah bimbimngan Eugene Bleuler, seorang pakar dan penemu nama Skizofrenia. Tahun 1903, dia menikahi Emma Rauschenbach. Dia juga mengajar di Universiyy of Zurich, membuka praktik psikiatri dan menemukan beberapa istilah yang masih tetap dipakai sampai sekarang ini.
            Jung adalah pengagum Freud. Setelah sekian lama mengagumi freud, baru pada tahun 1907 dia dapat bertemu langsung denganya. Dampak pertemuan ini sangat luar biasa bagi kedua pemikir ini. Freud menyadari bahwa jung dapat menjadi penerusnya dalam teori psikoanalisisnya. Tapi jung tidak sepenuhnya berpegang pada teori Freud. Hubungan keduanya merenggang pada tahun 1909, sewaktu keduanya pergi ke Amerika, dalam sebuah pertemuan. Keduanya berdebat panjang tentang mimpi masing-masing, dan freud mulai membantah analisis Jung dengan cara protes kepada Jung dan berkata,”saya tidak bisa mempertaruhkan  otoritas saya dengan menceritakan hal-hal yang terlalu privasi”. Akhirnya Jung menyerah dan mengusulkan perdebatan mereka dihentikan, kalau dia tidak ingin otoritasnya hancur. Jung sangat kecewa dengan kejadian ini dan merasa sangat kesepian dan giat melakukan analisis-diri.
            Perang dunia pertama adalah masa-masa menyakitkan bagi Jung. Tapi masa ini menjadi loncatan bagi Jung untuk melahirkan teori-teori kepribadian. Setelah perang berakhir, Jung melakukan perjalanan ke berbagai Negara, misalnya, ke suku-suku primitive di Afrika, Amerika dan India. Dia pensiun tahun 1946 dan mulai menarik diri dari kehidupan umum setelah istrinya meninggal tahun 1955, sehingga masyarakat menyebutnya “sang laki-laki tua bijak dari Kusnacht.” Dia meninggal pada 6 juni 1961 di Zurich.[4]
Teori Carl Gustav Jung
Dalam teorinya Jung membagi psyche (jiwa) jadi tiga bagian. Bagian pertama adalah ego yang diidentifikasikanya sebagai alam sadar. Jung melihat ego sebagai pusat kesadaran akan tetapi bukan inti dari kepribadian. Kesadaran memainkan peran yang relative kecil di psikologi analitis, dan penekanan yang berkebihan  bagi perluasan psike di alam  sadar dapat menimbulkan ketidak seimbangan dalam psikogis seseorang. Bagian kedua, yang terkait dengan yang pertama, adalah alam bawah sadar personal, yang mencakup segala sesuatu yang tidak disadari secara langsung, tapi bisa diusahakan  untuk disadari. Alam bawah sadar personal yaitu yang mencakup kenangan-kenangan yang dapat dibawa kedalam alam sadar dengan mudah serta kenangan-kenangan yang ditekan karena alasan-alasan tertentu.Tapi alam bawah sadar personal ini tidak mencakup insting-insting yang telah dikemukakan oleh freud.
            Kemudian Jung menambahkan satu teori yang berbeda dengan teori-teori yang lain, yaitu bagian alam bawah sadar kolektif. Alam bawah sadar kolektif adalah tumpukan pengalaman  kita sebagai spesies, semacam pengetahuan bersama yang kita miliki sejak lahir. Akan tetapi, pengalaman ini tidak bisa kita sadari secara langsung. Isi dari alam bawah sadar kolektif tidak Nampak secara mencolok, akan tetapi bisa mempengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan seseorang. Alam bawah sadar kolektif bertanggung jawab atas mitos, legenda, dan keyakinan religious manusia.
Arkhetipe
Arkhetipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsur emosi yang besar. Bentuk pikiran ini menciptakan gambaran atau visi yang dalam kehidupan normal berkaitan dengan aspek tertentu dari situasi. Asal usul arkhetipe merupakan suatu deposit permanent dalam jiwa dari suatu pengalaman yang secara konstan terulang selama banyak generasi. Misalnya banyak generasi yang telah melihat matahari terbit setiap hari. Pengalaman berulang yang mengesankan ini akhirnya tertanam dalam ketidaksadaran kolektif dalam suatu bentuk arkhetipe dewa matahari, badan angkasa yang kuat, berkuasa dan pemberi cahaya.
Arkhetipe-arkhetipe tidak harus berpisah satu sama lain dalam ketidaksadaran kolektif. Mereka saling melengkapi dan berfungsi. Arkhetipe pahlawan dan arkhetipe laki-laki tua yang bijaksana bisa berpadu menghasilkan “kesatria” seseorang yang dihormati dan disegani karena ia seorang pemimpin berjiwa pahlawan sekaligus arif bijaksana.
Mitos, mimpi, penglihatan-penglihatan, upacara agama, simtom neurotic dan psikotik serta karya seni merupakan sumber pengetahuan paling baik tentang arkhetipe. Diasumsikan terdapat banyak arkhetipe dalam ketidaksadaran kolektif. Beberapa diantaranya yang sudah berhasil diidentifikasikan adalah arkhetipe kelahiran, kelahiran kembali, kematian, kekuasaan ,sihir, kesatuan, pahlawan, anak, Tuhan, setan, laki-laki tua yang bijaksana, ibu pertiwi, binatang.
Persona
Persona adalah topeng yang dipakai pribadi sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat, serta tuntutan tentang arketipenya sendiri. Ia merupakan peranan yang diberikan masyarakat kepada seseorang yang diharapkan dimainkan dalam hidupnya. Tujuannya adalah untuk menciptakan kesan tertentu pada orang lain dan seringkali ia melupakan hakikat kepribadian sesungguhnya. Apabila ego mengidentifikasikan diri dengan persona, maka individu menjadi lebih sadar akan bagian yang dimainkannya daripada perasaanya sesungguhnya. Ia menjadi terasing dari dirinya, dan seluruh kepribadiannya menjadi rata atau berdimensi dua. Ia menjadi manusia tiruan belaka, sekedar pantulan masyarakat, bukan seorang manusia otonom.
Anima dan Animus
Jung mengaitkan sisi feminis kepribadian pria dan sisi maskulin kepribadian wanita dengan arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe feminine pada pria disebut anima, arkhetipe maskulin pada wanita disebut animus. Arkhetipe ini ditentukan oleh kelenjar-kelenjar seks dan kromosom namun juga ditentukan pengalaman dimana pria dan wanita hidup berdampingan selama berabad lamanya.Arkhetipe-arkhetipe tidak hanya menyebabkan masing-masing jenis menunjukkan ciri-ciri lawan jenisnya tetapi mereka juga dapat tertarik pada lawan jenisnya. Pria memahami kodrat wanita berdasarkan animanya, wanita memahami kodrat pria berdasarkan animusnya.
Bayangan
Bayangan mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia. Arkhetipe bayang-bayang mengakibatkan munculnya perasaan, tindakan yang tidak menyenangakan dan patut dicela masyrakat dalam kehidupan dan tingkah laku. Selanjutnya semua ini bisa disembunyikan dari pandangan publik oleh persona atau direpresikan kedalam ketidaksadaran pribadi.
Diri (self)
Arkhetipe ini mengungkapkan diri sebagai lambang, dan lambang utamanya adalah mandala atau lingkaran magis. Diri adalah tujuan hidup, suatu tujuan yang terus menerus diperjuangkan orang tetapi yang jarang tercapai. Ia memotivasikan tingkah laku manusia dan mencari kebulatan, khususnya melalui cara-cara yang disediakan oleh agama. Pengalaman religius sejati merupakan bentuk pengalaman yang paling dekat dengan ke diri (self-hood) yang mampu dicapai oleh kebanyakan manusia. Jung menemuka diri dalam penelitian-penelitian dan observasinya tentang agama Timur, dimana perjuangan kearah kesatuan dan persatuan dunia melalui praktik ritual keagamaan seperti Yoga yang jauh lebih maju daripada agama di kalangan Barat.
Sikap
Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian, yakni sikap ekstrover dan sikap introver. Ekstrover adalah kecenderungan yang mengarahkan kepribadian lebih banyak keluar daripada ke dalam diri sendiri. Seorang ekstrover memiliki sifat sosial, lebih banyak berbuat daripada merenung dan berpikir. Ia juga adalah orang yang penuh motif-motif yang dikoordinasi oleh kejadian-kejadian eksternal.
Jung percaya bahwa perbedaan tipe kepribadian manusia dimulai sejak kecil. Jung mengtakan bahwa “tanda awal dari perilaku ekstrover seorang anak adalah kecepatannya dalam beradaptasi dengan lingkungan dan perhatian yang luar biasa, yang diperankan pada objek-objek, khususnya pada efek yang diperoleh dari objek-objek itu.  Ketakutannya pada obje-objek sangat kecil. Ia hidup dan berpindah antara objek-objek itu dengan penuh percaya diri. Karena itu ia bebas bermain dengan mereka dan belajar dari mereka. Ia sangat berani. Kadang ia mengarah pada sikap ekstrem sampai pada tahap risiko. Segala sesuatu yang tidak diketahuinya selalu memikat perhatiannya.
Bentuk neurotic yang sering diderita orang ekstrover adalah hysteria. Hysteria akan semakin besar dan panjang untuk menarik perhatian orang lain dan untuk menimbulkan kesan yang baik bagi orang lain. Mereka adalah orang yang suka diperhatikan, suka menganjurkan, berlebihan dipengaruhi orang lain, suka bercerita, yang kadang mengaburkan kebenaran.
Introvert adalah suatu orientasi kedalam diri sendiri. Secara singkat seorang introvert adalah orang yang cenderung menarik diri dari kontak social. Minat dan perhatiannya lebih terfokus pada pikiran dn pengalamannya sendiri. Seorang introvert cenderung merasa mampu dalam upaya mencukupi dirinya sendiri, sebaliknya orang ekstrover membutuhkan orang lain. Jung menguraikan perilaku introvert sebagai orang pendiam, menjauhkan diri dari kejadian-kejadian luar, tidak mau terlibat dengan dunia objektif, tidak senang berada di tengah orang banyak, merasa kesepian dan kehilangan di tengah orang banyak. Ia melakukan sesuatu menurut caranya sendiri, menutup diri terhadap pengaruh dunia luar. Ia orang yang tidak mudah percaya, kadang menderita perasaan rendah diri, karena itu ia gampang cemburu dan iri hati. Ia mengahadapi dunia luar dengan suatu system pertahanan diri yang sistematis dan teliti, tamak sebagai ilmuan, cermat, berhati-hati, menurut kata hati, sopan santun, dan penuh curiga.
Dalam kondisi kurang normal ia menjadi orang yang pesimis dan cemas, karena dunia dan manusia sekitarnya siap menghancurkannya. Dunianya adalah suatu pelabuhan yang aman. Tempat tinggalnya (rumah) adalah yang teraman. Teman pribadinya yang terbaik. Karena itu tidak mengherankan orang-orang introvert sering tampak sebagai orang yang cinta diri tinggi, egois, bahkan menderita patologis.
Salah satu tanda introvert pada diri seorang anak  adalah reflektif, bijaksana, tenggang rasa, pemalu, bahkan takut pada objek baru. Sedangkan ciri introvert pada orang dewasa adalah kecenderungan menilai rendah hal-hal atau orang lain.
Kesinkronan
Kesinkronan adalah dua peristiwa yang tidak berhubungan secara kausalitas (sebab akibat) maupun teleologis (tujuan), namun terkait secara makna. Jung percaya bahwa indikasi tentang bagaimana kita saling berhubungan dengan orang lain dan dengan alam secara umum dapat ditemukan dalam alam bawah sadar kolektif. Ketika kita bermimpi atau bermeditasi, kita menyelami alam bawah sadar personal kita, semakin lama semakin dekat dengan diri kita yang sebenarnya, yakni alam bawah sadar kolektif, Ditahap seperti inilah kita dapat “berkenalan” atau dapat “berkomunikasi” dengan ego-ego yang lain. Konsep kesingkronan membuat teori Jung agak rumit dan karenanya tidak bisa dibandingkan dengan fenomena para psikologis. Namun setidaknya teori Jung ini telah berusaha menjelaskan fenomena tersebut.[5]
Fungsi-Fungsi
Terlepas dari apakah kita bersifat introfert atau ekstrofert, yang jelas kita perlu berhubungan dengan dunia, baik dengan dunia dalam maupun dunia luar. Setiap orang mempunyai cara masing-masing dengan dua dunia tersebut. Jung menawarkan empat macam cara atau fungsi.
Fungsi pertama adalah mengindra (sensing). Penginderaan berarti kita memperoleh infomasi dari dunia luar melalui pancaindra kita semisal, pendengaran dan penglihatan. Jung menyebutnya sebagai fungsi irasional, yang terlibat disini adalah persepsi bukan penilaian  atas informasi yang diperoleh dari pancaindra kita. Fungsi yang kedua adalah berpikir (thingking). Jung menyebutnya dengan fungsi rasional, karena ia terlibat jauh dalam keputusan-keputusan yang diambil atau panilaian yang dibuat bukanlah informasi yang diterima begitu saja. Fungsi ketiga adalah mengintuisi (intuiting). Mengintuisi bereda dari merasa karena lebih kreatif, bahkan seringkali menambahkan atau menyarikan elemen-elemen dari penginderaan alam sadar.
Fungsi perasaan (feeling), Jung menggunakan istilah perasaan untuk menggambarkan proses mengevaluasi suatu idea atau peristiwa. Fungsi perasaan harus dibedakan dengan emosi. Perasaan adalah pengevaluasian setiap aktifitas sadar, bahkan terhadap nilai-nilai yang tidak disukai. Kebanyakan evaluasi ini tidak mengandung emosi namun, mereka sanggup menjadi emosi jika intensitasnya meningkat sampai ke titik prubahan-perubahan fisiologis dalam diri seseorang.
Tahap-tahap prekembangan manusia
Tahap-tahap perkembangan manusia menurut Jung dibagi menjadi empat tahap. Masa kanak-kanak, masa muda, masa baya, masa senja. Fase kanak-kanak dibagi menjadi tiga subtahapan, fase anarkis ( dicirikan dengan kesadaran chaos dan sporadis), fase monarkis ( dicirikan oleh perkembangan ego dan oleh permulaan peikira logis dan ferbal), fase dualistic (masa anak-anak saat ego terbagi menjadi subyektif dan obyetif).
Masa muda menurut Jung merupakan, atau mestinya, sebuah periode peningkatan aktifitas, kematangan seksualitas, tumbuhnya kasadaran dan pemahaman bahwa kanak-kanak yang bebas dari masalah tidak akan pernah kembali. Periode masa muda itu dimulai dari pubertas sampai paruh baya.
Paruh baya menurut Jung kira-kira usia 35 sampai 40 tahun. Ini adalah masa dimana manusi mulai mengalami penurunan daya tahan, daya tarik dan ketangkasan manusia. Meskipun penurunan ini dapat menghadapkan orang-orang paruh baya pada peningkatan kecemasan namun, hidup paruh baya juga menjadi periode potensial yang menajubkan.
Usia senja ini dimana manusi mengalami penyusutan kesadaran. Jika dikehidupan sebelumnya manusia takut kehidupan , maka pada masa ini manusia takut akan kematian.
III.             ANALISIS
Jika dilihat secara mendalam sebenarnya teori yang diciptakan oleh Jung masih terikat dengan  akar frudiannya. Bisa dikatakan Jung sebagai perluasan logika Freud yang cenderung mencari sebab segala sesuatu itu pada masa lalu. Namun, terlepas dari itu semua, sesungguhnya Jung telah berhasil memperluas tafsiran apa itu penyakit jiwa atau mimpi, sementara Freud hanya mengembangkan  interpretasi yang sangat sempit (hampir-hampir hanya terfokus pada masalah seks), sebaliknya Jung malah mengembangkannya ke wilayah interpretasi mitologis, di mana setiap hal dapat berarti apapun.
Di lain pihak, Jung juga memiliki kesamaan dengan kalangan non-freudian dan humanisis. Dia yakin bahwa kita pasti ingin maju, bergerak kea rah yang positif dan bukan hanya ingin beradaptasi dengan perubahan, seperti yang diyakini kalangan Freudian dan behavioris. Idenya tentang realisasi-diri sangat mirip dengan aktualiisasi-diri.

IV.             DAFTAR PUSTAKA
Boeree, George C. 2010. PERSONALYTY THEORIS Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikologi Dunia. Jogjakartya: PRISMASOPHIE.

Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2008. Theoris of Personality. Jogjakarta: PUSTAKA PELAJAR.

Hall, Calvin S & Garner Lindzey.1993. Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta:  Kanisius.

Naisaban, Ladislaus. 2003. Psikologi Jung: Tipe Kepribadian Manusia dan Rahasia Sukses Dalam Hidup (tipe kebijaksanaan Jung). Jakarta: PT Gramedia.

Suryabrata, Sumadi. 2008. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada.

//C:/Documents%20and%20Settings/net/My%20Documents/jung.htm.

Posted by: psikologiuhuy on: April 5, 2010.



 

[1] Jess Feist dan Gregory J. Feist, Theoris of Personality, (Jgjakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2008), h. 88.
1
[2] George C. Boeree, PERSONALYTY THEORIS Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikologi Dunia, (Jogjakartya: PRISMASOPHIE, 2010), h. 102
2
[3] Jess Feist dan Gregory J. Feist, personality, h. 89.
3
[4] George C. Boeree, PERSONALiTY, h. 103-104.
4
[5] George C. Boeree, PERSONALiTY, h. 119.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More