Welcome to our website. Neque porro quisquam est qui dolorem ipsum dolor.

Lorem ipsum eu usu assum liberavisse, ut munere praesent complectitur mea. Sit an option maiorum principes. Ne per probo magna idque, est veniam exerci appareat no. Sit at amet propriae intellegebat, natum iusto forensibus duo ut. Pro hinc aperiri fabulas ut, probo tractatos euripidis an vis, ignota oblique.

Ad ius munere soluta deterruisset, quot veri id vim, te vel bonorum ornatus persequeris. Maecenas ornare tortor. Donec sed tellus eget sapien fringilla nonummy. Mauris a ante. Suspendisse quam sem, consequat at, commodo vitae, feugiat in, nunc. Morbi imperdiet augue quis tellus.

Kamis, 05 Mei 2011

manfaat puasa bagi Qalb

I. PENDAHULUAN
Di zaman modern saat ini kajian terhadap hal-hal yang bersifal rasionalistik empirik lebih mendominasi, dari pada hal-hal yang berdimensi sufistik. Sehingga nilai-nilai keilahian yang bersifat transendental mengalami kegersangan, karena dimensi yang bersifat rasional tidak dibarengi dengan dimensi sufistik atau spiritual. Maka dalam hal ini, Allah memberitahukan bahwasanya Dia mewajibkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berpuasa, sebagaimana Dia mewajibkan atas umat-umat agama sebelumnya. Alasan kewajiban puasa ini dilandasi oleh manfaat dan hikmahnya yang besar, yaitu supaya orang- orang berpuasa dapat meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Adapun puasa yang diwajibkan Allah SWT adalah puasa hari-hari tertentu seperti bulan Ramadhan. Allah SWT tidak mewajibkan kalian untuk berpuasa sepanjang masa. Hal ini merupakan rahmat dan keringanan bagi kalian. Bersamaan dengan rahmat dalam puasa ini, Allah juga mensyariatkan kepada orang yang sakit karena dapat membahayakan dirinya, dan orang yang dalam perjalanan (musafir) yang merasa berat jika berpuasa, diperbolehkan bagi mereka untuk berbuka dan menggantinya pada hari-hari lainnya sejumlah hari yang ditinggalkannya. Semua itu merupakan rahmad Allah SWT.
Sayyid Quthb- penulis Tafsir Zhilal Al Qur’an berkata, “Sesungguhnya Allah itu mengetahui bahwa satu beban (taklif) itu sangat berat dan membutuhkan pertolongan agar jiwa manusia dapat bangkit dan melaksanakannya, sekalipun di dalamnya terdapat hikmah dan manfaat juga keridhoan Allah bagi umat manusia. Maka dari itu, taklif diawali dengan seruan yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman untuk meningkatkan hakekat mereka yang asli, lalu menetapkan setelah seruan ini bahwasanya puasa adalah kewajiban yang lama sekali dan berlaku atas orang-orang yang beriman di semua agama. Adapun tujuan puasa adalah untuk mempersiapkan hati agar manusia berpuasa penuh perasaan takut pada Allah ta’ala. Dan ketaqwaanlah yang berperan menjaga hati manusia dengan puasa.
Di dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai pengertian Qalb, Ruh, Aql, dan Nafs, serta manfaat puasa bagi Qalb. Adapun pericianya akan di bahas dalam makalah ini.


II. PEMBAHASAN
Sebelum kita membahas mengenai manfaat puasa bagi qalb, sebaiknya kita mengetahui pengertian qalb dari para ahli serta pengertian ruh, aql, nafs. Menurut al-Ghazali istilah ruh, qalb, aql dan nafs sama-sama mempunyai dua makna. Kata qalb bermakna hati dalam bentuk fisik maupun hati dalam bentuk non fisik. Hati dalam bentuk fisik adalah bagian tubuh manusia yang sangat penting karena menjadi pusat aliran darah ke seluruh tubuh. darah ini pula yang membawa kehidupan. oleh karena itu nabi saw bersabda:
الآ ان فى الجسد بلغة اذا صلحت صلحت جسد كله واذا فسدت فسدت جسد كله الآ وهى القلب.
”Sesungguhnya dalam diri manusia terdapat segumpal daging. jika gumpalan daging itu bagus maka akan baguslah seluruh anggota tubuh. jika gumpalan daging itu rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh. ketahuilah, gumpalan daging itu adalah jantung (qalb).”
Berdasarkan hadits ini sebenarnya tidak tepat kalau qalb itu diartikan dengan hati, tetapi yang tepat adalah jantung. Lalu muncul hati yang bisa sedih, suka menangis, atau suka tersinggung. Berikutnya dijelaskan bahwa hati kita inilah yang menentukank seluruh kepribadian kita. kalau hati kita bersih, akan bersihlah seluruh akhlak kita. Yang ini bukan hati dalam pengertian fisik, akan tetapi hati dalam pengertian ruhani. Oleh karena itu kata Al-Ghazali, ada makna hati yang kedua: Lathifah rabbaniyah ruhaniyyah. (sesuatu yang lembut yang berasal dari tuhan dan bersifat ruhaniyah), lathifah itulah yang membuat kita mengetahui atau merasakan sesuatu. kata al-Qur’an, hati itu mengetahui merasakan, juga memahami. Jadi hati adalah suatu bagian ruhaniyah yang kerjanya memahami sesuatu itulah qalb.
Ruh juga mempunyai dua arti. Ada ruh yang berkaitan dengan tubuh yang erat kaitannya dengan jantung ini, yang beredar bersama peredaran darah. Kalau darah sudah tidak beredar lagi dan jantung kita sudah berhenti ruh itupun tidak ada. Itulah ruh dalam bentuk jasmania yang terikat dengan jasad. Selain itu juga ada ruh dalam arti yang kedua yang ajaibnya definisinya sama dengan hati, yaitu lathifah Rubbaniyah Ruhaniyan Wal hasil secara abstrak atau maknawi ruh sama dengan hati. Ruh itulah yang merasakan penderitaan atau kebahagiaan. Orang barat mungkin menyebutnya mind, kita menyebutnya jiwa.
Hati menurut Al-Ghazali yang menjadi perhatiannya bukanlah hati fisik, menurutnya rabbaniyah ruhaniyah adalah suatu yang sangat lembut. Tuhan juga disebut dengan Al -latif (yang maha lembut). lahtifah berarti juga lutf yang artinya anugrah. Jadi Al latif berarti dzat yang memberi anugrah.
Berikutnya adalah Akal. Ia juga memiliki dua nama. ada akal sebagai ilmu tentang sesuatu sehingga orang yang berakal adalah orang yang mengetahui ilmu tentang sesuatu, dalam makna ini, akal sama dengan ilmu. selain itu akal juga berarti sesuatu di dalam diri kita menjadi yang menjadi alat untuk memperoleh ilmu. jadi akal bisa disebut sebagai ilmu itu sendiri, dan bisa juga sebagai alat untuk memperoleh ilmu. hal itu berarti sama artinya dengan hati, latifah rubbaniyah ruhaniyah mudrikah alimah arifah. jadi bagian dari kita untuk mengetahui sesuatu disebut akal.
Alhasil ternyata tidak ada perbedaan antara ruh, hati dan akal. ketiganya sama-sama merupakan sesuatu yang merasakan kepedihan atau kebahagiaan yang tidak berkaiatan dengan jasmani. Orang dapat merasakan pedih tampa mengalami gangguan fisik, sedikitpun. tubuhnya normal tetapi mengalami kepedihan yang luar biasa. Dalam penelitian modern disebutkan bahwa yang merasalan sakit di tubuh kita sebetulnya bukan tubuh, akan tetapi ruh. Dalam dunia yang tidak modern juga, orang orang mengetahui bahwa kalau seseorang tidak mempunyai ruh, ia tidak akan merasakan sakit apapun, meski tubuhnya di kerat-kerat. Hal ini membuktikan bahwa yang merasakan sakit bukan tubuh kita, tetapi ruh kita atau qalb atau akal-dalam definisi lathif sesuatu yang merasakan kepedihan atau kebahagiaan yang tidak berkaitan dengan jasmani. Orang bisa merasa sangat pedih tanpa mengalami gangguan fisik sedikitpun. Tubuhnya normal tetapi ia mengalami kepedihan yng luar biasa. Dalam penelitian modern disebutkan bahwa yang merasakan adalah lathifah rabbaniyah ruhiyyah.
Setelah kita mengetahui pengertian Qalb, Ruh, Aql, dan Nafs menurut Al-Ghozali. Kita akan membahas manfaat puasa bagi qalb menurut para ahli tafsir dan para ahli ilmu agama. Kita akan membahas surah Al Baqarah ayat 183-185, di bawah ini akan dibahas mengenai hal tersebut.
`
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٨٣﴾
"Wahai segala orang yang beriman, telah difardukan atasmu mengerjakan puasa, sebagaimana telah difardukan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bartaqwa (183)."
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ = Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu.
Allah telah mewajibkan berpuasa kepada nabi-nabi sebelum nabi Muhammad di turunkan sebagai nabi yang terakhir. Ayat ini menjelaskan kepada kita untuk melaksanakan puasa walaupun berat, akan tetapi talah diperintahkan pula kepada umat-umat terdahulu sebelum kita.
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ = untuk menyiapakan kamu bertaqwa.
Tentang puasa menyiapkan kita untuk bertaqwa kepada Allah, dapat dilihat kenyataanya dari berbagai jalan, yang terpenting diantaranya adalah :
1. Puasa itu membiasakan manusia takut akan Allah baik dilihat manusia lainya maupun tidak dilihat oleh manusia lainya. Apabila ia meninnggalkan keinginan-keinginan nafsunya, yakni makan yang sedap, minuman yang segar, istri yang memikat hati, karena mengikuti perintah Allah dan melaksanakan petunjuk agamanya.
2. Puasa itu mematahkan gejolak hawa nafsu dan menjadikan jiwa dapat memalingkan syahwatnya menurut ketentuan syara'.
3.Puasa itu menanamkan syafa'at dan rahmat yang menggerakkan kita kepada suka memberi dan suka bersedekah.
4. Puasa itu mengandung persamaan antara orang kaya, orang papa, orang berpangkat maupun jelata, semuanya menjalankan puasa.
5. Puasa itu membiasakan umat teratur dalam kehidupanya karena mereka berbuka pada saat yang sama.
6. Puasa itu melenyapkan segala racun yang ada di dalam tubuh dan yang ada di dalam perut besar, serta menghancurkan lemak yang sangat berbahaya bagi jantung sehingga menyehatkan badan dan kita dapat melaksanakan ibadah dengan khusyuk.
Al-Auza'i berpendapat, bahwa umpat dan gunjing membatalkan puasa.
kata ibnu Hazam: " puasa itu, dibatalkan oleh segala maksiat yang sengaja dikerjakan lagi dalam keadaan teringat puasa."
kata Al-Ghozali: " Orang yang mendurhakai Allah sedang ia dalam puasa, samalah dengan orang yang sedang membangun gedung akan tetapi ia menghancurkan suatu kota."
Ayat puasa dimulai dengan ajakan kepada orang yang memiliki iman barang sedikit, ia di mulai dengan satu pengantar yanng mengundang setiap mukmin untuk sadar melaksanakan kewajiba berpuasa. Kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan kewajiban puasa tanpa menunjuk siapa pelaku yang mewajibkan entah itu orang atau kelompok. Kemudian, menahan diri dibutuhkan oleh setiap orang, kaya atau miskin, muda atau tua, lelaki atau perempuan, sehat atau sakit. Selanjutnya ayat ini menerangkan telah di wajibkan pula atas ummat-ummat terdahulu sebelum kamu, ini berarti puasa bukan hanya khusus untuk generasi mereka yang diajak berdialog pada masa turunya ayat ini, tetapi juga terhadap umat-umat terdahulu, walaupun rincian cara pelaksanaanya berbeda-beda. Kewajiban puasa tersebut dimaksudkan agar kamu bertaqwa, yakni terhindar dari segala macam sanksi dan dampak buruk, baik duniawi maupun ukhrawi.
Puasa merupakan sarana penjaga individu dan masyarakat, baik penjaga tubuh, pembersih hati, pengarahan karakter jiwa, dan penuntun nurani.Orang yang berpuasa meninggalkan makanan didunia untuk mendapatkan gantinya di akhirat dengan makanan yang lebih mengundang selera, sedangkan pada saat itu seorang muslim sangat membutuhkan makanan di akhirat.
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٤﴾َ
"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (184)."
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ = dalam beberapa hari yang di hitung.
Allah mewajibkan puasa dalam beberapa hari yang dapat di tentukan bilangannya, yaitu pada bulan ramadhan. Allah tidak mewajibkan kita untuk berpuasa sepanjang masa karena ini merupakan bentuk dari keringanan yang diberikan oleh Allah kepada kita.
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ = Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain dan atas orang-orang yang sukar benar mengerjakan puasa itu, membayar fidyah, makanan seorang miskin.
Orang yang berpuasa juga harus melihat kondisi kesehatan dan keadanya. Barang siapa di antara kamu sakit yang memberatkan kamu berpuasa atau sedang melakukan perjalanan yang jauh atau pekerja berat yang mesti dan harus di lakukanya sehingga bila ia tinggalkan menyulitkan diri atau keluarga yang ditanggungnya maka di gugurkan kewajibanya menjalankan puasa ramadhan akan tetapi membayar fidyah, sedangkan untuk yang melakukan perjalanan jauh tidak membayar fidyah melainkan harus menggantinya di lain hari sesuai jumlah hari yang di tinggalkanya tetapi jangan melaksanakanya pada hari-hari yang di haramkan untuk berpuasa.
Segolong ulama , di antaranya ibnu Sirin, Atha dan al-Bukhari berpendapat, bahwasanya segala bentuk sakit, baik berat atau tidak menjadi keringanan untuk kita berbuka. Disebut dalam Sahih Bukhari, bahwasanya para sahabat bersafar (safar yang membolehkan kita berbuka ialah safar yang di bolehkan kita mengqasharkan sholat, jarak sefarsakh = 3 mil) bersama nabi SAW. Maka diantara mereka ada yang berbuka dan ada yang diantaranya masih berpuasa. Masaing-masing mereka tidak menjelekkan yang lain.
Mereka yang sukar mengerjakan puasa, yaitu orang tua yang lemah, orang yang berpenyakit yang tidak memiliki harapan sembuh, para kuli yang mengerjakan pekerjaan berat, perempuan yang mengandung atau menyusui. Mereka di wajibkan membayar fidyah.
Kebanyakan imam, seperti: Abu Hanifah, Malik, Asy-syafi'i, berpendapat, bahwa: berpuasa itu lebih utama bagi orang yang kuat dan tidak menyukarkan. Al Auza dan Ahmad berpendapat bahwa: berbuka itu lebih utama, mengingat rukhshah (keringanan) yang di berikan oleh Allah.
فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ = maka barang siapa berbuat tatawu, maka itu lebih baik baginya.
Barang siapa yang membayar fidyah itu sangat baik baginya, karena pahalanya kembali kepadanya sendiri. Membuat tatawu ini, melengkapi tiga macam:
  1. Memberi makanan kepada lebih dari seorang miskin.
  2. Memberi makan kepada seorang miskin lebih dari kadar yang wajib.
  3. Berpuasa sunat pula selain yang fardu.
وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ = dan bahwa puasamu, lebih baik bagimu. Jika kamu mengetahui.
Puasa itu lebih baik bagimu, karena puasa itu melatih fisikmu maupun jiwamu untuk menjadi tangga taqwa dan muroqobah. Jika kamu mengetahui dasar-dasar kebajikan pada puasa dan jika kamu meyakini bahwa puasa itu difardukan untuk kemaslahatan para mukalaf sendiri.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّـهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ١٨٥﴾)
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ =(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).
Guna memperingati petunjuk Allah yang diturunkan di bulan Ramadhan, kita diperintahkan oleh Allah agar melaksanakan ibadah yang tidak diperintahkan pada bulan-bulan yang lain yaitu ibadah puasa.
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ = Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.
Barang siapa berada dikampungnya di waktu bulan ramadhan tiba, hendaknya dia mengerjakan fardu dengan semestinya. Hal ini mengenai negeri yang mengalami bulan ramadhan, maka hari-harinya dijadikan untuk berpuasa.
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَر = dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.
Allah mengulangi soal kebolehan berbuka sekali lagi, bagi yang sakit dan yang dalam safar, adalah supaya jangan disangka bahwa puasa di bulan ramadhan diwajibkan dan sama sekali tidak boleh berbuka sama sekali bagi yang tidak mampu melaksanakanya.
يُرِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ = Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Allah berkehendak dengan memberi rukshah (keringanan) dalam hal puasa dan dalam segala hukum-hukum lainya yang di syari'atkan, adlah supaya agama itu menjadi mudah dan yidak menyulitkan umat manusia.
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ = Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya
Allah memberikan kemudahan bagimu berbuka dalam keadaan sakit dan safar, karena Allah menghendaki kemudahan untuk kamu, dan Allah menghendaki kamu menyempurnakan bilangan puasa itu. Maka barang siapa tidak bisa menyempurnakan bilangan puasa secarai tunai karena uzur, sakit atau safar, hendaknya disempurnakan secara qodho, dengan demikian dapatlah kamu memperoleh kebajikan dan berkatnya.
وَلِتُكَبِّرُوا اللَّـهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُم = dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.
membesarkan Allah ialah dengan cara menyebut kebesara-Nya dan kenikmatan-Nya dalam memperbaiki keadaan hamban-Nya.
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ = dan supaya kamu mensyukuri-Nya.
Supaya kamu mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah, maka hendaklah kamu memberikan kepada azimah dan rukhshah haknya masing-masing. (teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Tafsir Al-Quran Majid An Nur, h. 297-300)


III. KESIMPULAN
Qalb itu diartikan dengan hati, tetapi yang tepat adalah jantung. Lalu muncul hati yang bisa sedih, suka menangis, atau suka tersinggung. Berikutnya dijelaskan bahwa hati kita inilah yang menentukan seluruh kepribadian kita. kalau hati kita bersih, akan bersihlah seluruh akhlak kita. Yang ini bukan hati dalam pengertian fisik, akan tetapi hati dalam pengertian ruhani.
Puasa merupakan rahasia antara Allah dengan hambanya, tiada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah dengan dirinya. Berbeda halnya dengan ibadah yang lainya seperti shodaqoh, sholat, haji orang lain bisa melihatnya atau menyaksikanya bahkan bisa merasakan manfaatnya meskipun orang lain yang melaksanakan ibadah tersebut.
Puasa juga bagus untuk kesehatan karena dengan berpuasa gula hati yang ada di dalam tubuh akan bergerak. Seiring dengan hal itu lemak yang berbahaya bagi jantung akan terurai, protein yang ada di otot juga akan di uraiakn, sel-sel hati akan bergerak dan seluruh tubuh akan mengorbankan matri-materi khususnnya demi keseimbangan hati (qalb).
Selain membersihkan hati yang berupa fisik, puasa juga membersihkan hati yang non fisik. Puasa merupakan sarana pembersih diri dan mengajak kepada kebaikan. Puasa merupakan sarana penjaga hati ( qalb) yang non fisik, pengerahan karakter jiwa dan penutun nurani.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghy, Ahmad Musthafa; penerjemam: Bahrun Abubakar. 1984. Tafsir Al- Maraghy. Semarang: Toha Putra.
Buhairi, Syaikh M. Abdul Athi; penerjemah: Abdurrahman Kesdi dan Umma Farida . 2005. Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayuhal-ladzina Aamanu. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi Ash. 1995. Tafsir Al Quran Majid An Nur. Semarang: P.T. Pustaka Rizki Putra.
Shihab, M. Quraish. 2000. TAFSIR AL- MISBAH Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran. Ciputat: Lentera Hati.
http://tanzil.net/#2:183-188
http://id.wikipedia.org/wiki/Juz_2


.

IMPLEMENTASI AHWAL DALAM TRADISI TASAWUF

  1. PENDAHULUAN
Tasawuf pada dasarnya berkaitan dengan perasaan dan kesadaran. Jiwa manusia adalah satu, sekalipun terdapat perbedaan suku, bangsa, dan rasnya. Apapun yang berkaitan dengan jiwa manusia, lewat latihan-latihan rohaniyah. Kaum sufi selalu berusaha mensucikan diri agar bisa mendekatkan dirinya kepada Allah. Dengan berbagai macam usaha pensucian diri, maka bertambahlah ketajaman mata batin dalam melihat kemakhlukan diri. Pengalaman religius tertinggi seperti ma’rifat Allah tidak hanya dimiliki oleh kalangan laki-laki, kaum perempuan pun asal mempunyai hasrat yang tinggi dalam mewujudkan penghambaanya pada ilahi, dengan melalui maqam-maqam yang harus dijalani, juga akan sampai pada tingkat ma’rifat1. Dan didalam makalah ini penulis ingin membahas mengenai implementasi ahwal dalam tradisi tasawuf.

II. PEMBASAN
Ahwal adalah jamak hal yang berarti keadaan atau kondisi jiwa. Secara terminilogi ahwal adalah keadaan spiritual yang menguasai hati. Hal iu masuk kedalam hai seseorang sebagai anugrah yang di berikan oleh Allah. Hal datang dan pergi dari diri seseorang tan usaha atau perjalanan tertentu. Karena ia datang dan pergi secara tiba-tiba dan idak disengaja. Maka sebagai mana dikatakan Al-Qusyairi, bahwa pada dasarnya maqam adalah upaya atau usaha sedangkan hal adalah karunia sehingga kadangkala hal datang pada diri seseorang dalam kurun waktu yang cukup lama dan kadang datang dalam kurun waktu yang singkat. Hanya saja hal tidak bisa datang tanpa adanya kesadaran tetapi hal harus menjadi kepribadian seseorang.2
Para sufi membedakan antara maqam (tingkatan) dan hal (keadaan). Maqam ditandai dengan kemapanan, sedangkan hal justru mudah hilang. Maqam dapat ditempuh oleh seorang calon sufi dengan kehendak dan upayanya, sedangkan hal daat diperoleh oleh calon sufi dengan tidak sengaja. Orang yang meraih maqam dapat tetap dalam tingkatanya, sedangkan orang yanng meraih hal justru mudah lepas keadaanya.3
Terlepas dari semua pengertian dan karakteristik dari hal, banyak kalangan yang menyatakan bahwa pada dasarnya hal tidak lebih untuk mencapai perwujudan untuk mencapai maqam. Dan untuk mencapai maqam manusia dituntut untuk bersungguh-sungguh dengan menjalankan amalan-amalan yang baik dengan penuh kepasrahan diri kepada Allah. Jika dikaji lebih mendalam sebenarnya maqamat dan ahwal itu untuk menunjukkan atau mempertegas tentang kesaksian manusia mengenai tidak ada Tuhan selain Allah.
Dalam kalimat syahadat terdapat dua pernyataan yang terdiri dari penolakan atau pengingkaran dan penegasan atau pengutan. Kalimat lailaha dikhawatirkan jika tidak adanya penolakan atas seluruh realitas selain Allah maka segala sesuau yang ada di muka bumi berpotensi menjadi Tuhan. Hal ini sesuai dengan ungkapan “Segala sesuatu yang dituju berpotensi untuk disenangi, segala yang disenangi berpotensi untuk diabdi, dan segala sesuatu yang di abdi adalah Tuhan”. Sedangkan penegasannya adalah tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah.4 Seperti halnya dalam masalah jumlah tingkatan (maqam), Para ulama’ taswuf dalam menentukan jumlah dan bentuk-bentuk hal berbeda-beda. Diantara macam-macam hal yang populer adalah:
a. Muraqabah
Muraqabah dalam tradisi sufi adalah kondisi kejiwaan yang dengan sepenuhnya ada dalam keadaan konsentrasi dan waspada sehingga segala daya pikir dan imajinasinya tertuju pada satu fokus kesadaran tentang dirinya. Lebih jauh, muraqabah akan penyatu antara Tuhan, alam dan dirinya sendiri sebagai manusia.5
Muraqababah merupakan bentuk hal yang sangat penting. Karena pada dasarnya segala perilaku peribadatan adalah dalam rangka muraqabah atau mendekatkan diri kepada Allah. Dengan kata lain muraqabah juga dapat diartikan sebagai kondisi kejiwaan, di mana seorang individu senantisa merasakan kehadiran Allah, serta menyadari sepenuhnya bahwa Allah selalu mengawasi segenap perilaku hambanya. Dengan kesadaran semacam ini, seorang hamba akan selalu mawas diri, menjaga diri untuk tetap berada pada kualitas kesempurnaan penciptanya.6
Al-Qusyairi menyebutkan bahwa seseorang bisa sampai pada keadaan muraqabah, jika ia telah sepenuhnya melakukan perhitungan atau analisis terhadap perilakunya di masa lalu dan melakukan perubahan-perubahan menuju perilaku yang lebih baik
Hal penting yang harus ditunjukan dalam muraqabah ini adalah konsistensi diri terhadap perilaku yang baik atau seharusnya dilakukan. Konsistensi dapat diupayakan dengan senantiasa mawas diri, sehingga tidak terjerumus atau terlena terhadap keinginan-keinginan sesaat. Seorang yang muraqabah berarti menjaga diri untuk senantiasa menjadi yang terbaik sesuai dengan kodrat dan eksistensinya. Oleh karena itu, seseorang yang melakukan muraqabah dibutuhkan disiplin yang tinggi.
Kedisiplinan inilah yang akan mengantar seseorang menuju keadaan yang lebih baik dan menuju kebahagiaan yang hakiki. Sementara ketidakdisiplinan ditunjukan dengan sikap sembrono serta mudah terlena dengan kenikmatan-kenikmatan duniawi yang nisbi dan fana, yang semua itu akan dapat mendorongnya menuju kejatuhan pada jurang kerendahan dan kehinaan.
b. Mahabbah
Diantara ulama ada yang menempatkan mahabbah sebagai bagian dari maqamat tertinggi, yang meruakan puncak pencapaian para sufi. Di mana keseluruhan jenjang yang dilalui bertemu dalam maqam mahabbah.
Mahabbah (cinta) mengandung arti keteguhan dan kemantapan. Orang yang sedang dilanda rasa cinta pada sesuatu tidak akan berpaling pada sesuatu yang lain. Ia senantiasa teguh dan mantap, serta senantiasa mengingat dan memikirkan yang dicinta.7 Al-Junaidi ketika ditanya tentang cinta menyatakan bahwa seseorang yang dilanda cinta akan dipenuhi ingatan kepada sang kekasih, hingga tak satupun yang tertinggal, kecuali ingatan pada sifat-sifat sang kekasih, bahkan ia melupakan sifatnya sendiri.
Ilustrasi tentang cinta juga dikemukakan oleh Ibnu Al-Arabi, bahwa mahabbah adalah bertemunya dua kehendak, yakni kehendak Tuhan dan kehendak manusia. Kehendak Tuhan, yakni kerinduanya untuk bertajalli dengan alam, sedangkan kehendak manusia adalah kembali pada esensinya sebagai wujud mulak Kesmpurnaan manusia, menurut Ibnu Al-‘Arabi sangat ditentukan oleh kesadaran manusia akan eksistensi dirinya sebagai satu kesatuan dengan eksistensi Tuhan.8 Lebih jauh lagi sebenarnya kesadaran cinta mengimplikasikan sikap pecinta yang senantiasa konsisten dan penuh konsentrasi terhadap apa yana dituju dan diusahakan, dengan tanpa merasa berat dan sulit untuk mencapainya. Karena segala sesuatunya dilakukan dengan penuh kesenangan dan kegembiraan, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan. Kesadaran cinta juga berimplikasi terhadap diri seorang pecinta dengan sikap penerimaanya terhadap segala apa yang ada dan terjadi dialam semesta. Sehingga segala sesuatu, baik yang bersifat positif yang berwujud kebaikan maupun negatif yang berbentuk kejahatan, kelebihan, dan kekurangan semua diterima dengan lapang dada. Seorang pecinta juga dapat melupakan segala sesuatu yang ada atau terjadi disekelilingnya karena kesadaran cintanya telah mendominasi dan memenuhi seluruh kesadaran psikologisnya.
c. Khauf
Al-Qusyairi mengemukakan bahwa khauf (takut) terkait dengan kejadian yang akan datang. Yakni akibat datangnya sesuatu yang dibenci dan sirnanya sesuatu yang dicintai. Takut kepada Allah berarti takut terhadap hukum-hukumnya baik di dunia maupun di akhirat.9 Hal ini sebagaimana firman Allah yang artinya: “Maka takutlah kepadaku jika kamu orang-orang yang beriman”10 Juga diungkapkan dalam ayat lain yang artinya: “Mereka menyeru kepada Tuhan dengan penuh rasa takut dan harap.11
Banyak sekali ungkapan yang memberikan penjelasan tentang khauf (takut). Yakni antara lain ungkapan Abu Hafs yang menyatakan bahwa takut adalah pelita hati, dan dengan takut baik buruknya hati seseorang akan tampak. Sementara Abu Umar Al-Dimasyqi menegaskan, bahwa orang yang takut adalah yang takut akan dirinya sendiri, bahkan lebih takut dari takutnya pada setan. Ibnu Jalla’ berpandagan, bahwa manusia yang takut (kepada Allah) adalah dirinya merasa aman dari hal-hal yang menbuanya takut.12
Memang, perasaan takut ini sangat sulit untuk bisa dipahami oleh seseorang dengan kasat mata. Karena hal ini sangat terkait dengan pengalaman keberagamaan seseorang yang bersifat pribadi. Sehingga dikatakan oleh Ibnu ‘Iyadh bahwa hanya mereka yag termasuk golongan orang-orang yang takutlah yang dapat melihat orang yang takut. Ia mengibaratkan perasaan seorang ibu yang sedih karena kehilangan anaknya, yang hanya bisa dipahami kesedihanya oleh ibu yang kehilangan anaknya pula.
Menurut Al-Wasithi, perasaan takut merupakan pengendali bagi diri seseorang dari perbuatan yang sia-sia. Karena ia akan senantiasa menjaga diri untuk selalu melakukan yang terbaik dengan tanpa adanya keraguan, ia merasa yakin bahwa usaha yang baik akan menghasilkan kebaikan pula. Ada pun puncak dari perasaan takut adalah sebuah kesadaran bahwa Allah menguasai wujud manusia yang paling dalam, yang pada akhirnya perasaan takut itu akan hilang dengan sendirinya, karena takut hanyalah akibat dari rasa inderawi yang bersifat manusiawi. Sebaliknya, sebagaimana dikatakan oleh Husain Ibnu Manshur Al-Hallaj, bahwa seorang yang takut kepada selain Allah SWT atau berharap kepada selain Allah maka perasaan takut itu akan mendominasinya dan menutupi dirinya sampai berlapis-lapis. Ada pun lapisan yang paling tipis adalah keraguan.13
Dari banyak ungkapan yang dikemukakan oleh ahli tasawuf di atas, dapat dipahmi bahwa takut yang dimaksud disini adalah perasaan takut akan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukkan. Sehingga perasaan ini secara otomatis akan memberikan dorongann untuk melakukan yang terbaik, sehingga pada masa mendatang ia akan menerima yang baik pula. Seseorang yang diikuti perasaan takut, hanya akan melakukan tindakan yang seharusnya ia lakukan untuk kebaikann dalam jangka panjang kedepan, bukan sekedar karena keinginan-keinginan nafsunya atau kepentingan sesaat. Dengan kata lain, seorang yang khauf (takut), adalah adalah mereka yang berpikirann luas dalam jangka panjang kedepan, bukan sosok yang berpikiran sempit dan untuk kepuasan sementara.
d.Raja’
Sebagaimana halnya dengan khauf (takut), raja’ (harapan) adalah keterikatan hati dengan sesuatu yang diinginkan terjadi pada masa yang akan datang.14 Al-Qusyairi membedakan antara harapan (raja’) dengan angan-angan (tamanni). Raja’ bersifat aktif ,sementara tamanni bersifat pasif. Seorang yang mengharapkan sesuatu tentu akan berupaya semaksimal mungkin untuk meraih dan merealisasikan harapannya. Sementara orang yang mengangan-angankan sesuatu hanya dengan berdiam diri dan tidak melakukan apapun yang dapat mengantarkanya untuk mendapatkan apa yang diangan-angankanya.
Ibnu Khubaiq membagi harapan menjadi tiga, antara lain:
  1. Manusia yang melakukan amal kebaikan dengan harapan amal baiknya akan diterima disisi Allah
  2. Manusia yang melakukan amal buruk kemudian bertobat dengan mengharap akan mendapat ampunan dari Allah
  3. Orang yang menipu diri dengan terus menerus melakukan kesalahan dengan mengharap ampunan.
Untuk itu dasarankan bagi orang yang menyadari atau kejahatan yang dilakukanya, untuk lebih didominasi perasaan takut (khauf) dan bukan harapan (raja). Rasa takut berfungsi sebagai peringatan atas akibat yang ditimbulkan oleh tindakan dimasa yang akan datang. Dan jika perasan takut dilengkaipi dengan harapan, akan dapat menimbulkan keberanian yang dapat menghancurkan segala penyakit yang ada dalam diri seseorang.15 Harapan (raja’) akan membawa seorang pada perasaan optimis dalam menjalankan segala aktivitasnya, serta menghilangkan semua keraguan yang menyelimutinya. Dengan demikian dia akan melakukan segala akivitas terbaiknya dengan penuh keyakinan.
e.Shauq
Rindu (shauq) meerupakan luapan perasaan individu yang mengharapkan untuk senantiasa bertemu dengan sesuatu yang di cintai.16 Perasaan rindu yang meluap terhadap sesuatu biasanya membuat seseorang akan melupakan semuanya kecuali yang dirindukanya. Seperti halnya dengan para sufi yang merindukan akan kehadiran Allah di dalam hati mereka, dan segala sesuatu yang mereka pikirkan dan lakukan hanya karena Allah. Sebagai bukti adanya perasaan rindu (shauq) adalah terbebasnya diri seseoarang atau sufi dari hawa nafsu yang berlebihan dalam mencintai dunia.
Perwujudan rindu (shauq) kepada Allah adalah dengan kita senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan mendatangkan Allah dalam hati kita melalui cara sholat, berdzikir salah satunya dengan cara membaca Asmaul husna karena dengan cara-cara itulah kita bisa menghadirkan Allah dalam hati seseorang. Sholat dapat mencegah orang melakukan perbuatan keji dan mungkar, jika kita sering mengerjakan kemungkaran maka rasa rindu (shauq) akan dicabut dari hati kita sebab Allah hanya akan hadir di dalam hati yang suci atau bersih dari perbuatan keji dan mungkar. Dengan berdzikir secara terus menerus dalam keadaan apapun akan mengingatkan manusia kepada Allah sehingga manusia rindu akan kehadiran Allah di dalam hatinya. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, manusia akan berhati-hati dalam tindakan dan tutur katanya agar tidak dibenci oleh Allah dan bisa mendekatkan diri kepada Allah.
f. Uns
Uns (perasaan cinta) merupakan kondisi kejiwaan, di mana seseorang merasakan kedekatannya dengan Tuhan. Atau dalam pengertian lain disebut sebagai pencerahan.17 Dalam keadaan ini seorang manusia diliputi perasaan yang diliputi oleh cinta, kelembutan, kasih sayang, senang, bahagia, gembira, suka cita yang menjadi satu di dalam hatinya sehingga sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata.
Keadaan semacam ini dapat di alami seseorang dalam situasi tertentu, misalnya menikmati indahnya alam semesta, merdunya kicauan burung, atau saat kita bercermin betapa sangat indahnya diri kita yang di mana seseorang atau sufi benar-benar menikmati atau merasakan keindahan Allah melalui ciptaanya. Cara ini dapat kita peroleh dengan tadabur alam atau cammping spiritual.
Uns menurut Dr. H. Asep Usmar Ismail. MA dalam bukunya yang berjudul TASAWUF berarti keadaan jiwa dan seluruh ekspresi rohani terpusat penuh pada satu titik setrum, Allah. Tidak ada yang dirasa, tidak ada yang diingat, tidak ada yang diharap, kecuali Allah. Keadaan ini dapat diraih dengan cara berdiam diri di dalam masjid pada malam hari dan merenungi dosa-dosa yang telah ia lakukan selama ini.
g. Tuma’minah
Tuma’minah dapat diartikan sebagai keteguhan atau ketentraman hati dari segala hal yang dapat mempengaruhinya.18 Ibnu Qayyim membagi tuma’minah kedalam tiga tingkatan yang pertama ketenangan hati dengan mengingat Allah. Tingkatan yang kedua adalah ketentraman kelak akan bertemu dengan Allah. Tingkatan yang ketiga adalah ketentraman bertemu dengan Allah dalam setip dzikir dan sholatnya, ketentraman dalam menyaksikan Allah pada kelembutan kasihnya.
Dan menurut Ibnu Qayim keadaan ini dapat diperoleh dengan cara melakukan kebenaran dan menghindari kebohongan, sesuai dengan sebuah hadis yang beliau tulis yang menyatakan bahwa Kebenaran adalah identik dengan ketentraman sedangkan kebohongan adalah identik dengan keraguan”. Karena tidak dapat di pungkiri dengan kita menyampaikan kebenaran, hati kita akan merasa tentram, nyaman dan teguh dalam pendirian mengenai iman seseorang kepada Allah, sedangkan kalau kita berbohong akan menyababkan hati yang gelisah, keraguan kekacauan dalam pikiran dan biasanya kebohongan jika sudah dilakukan akan menimbulkan kebohongan yang lainya selain kebohongan dapat menyebabkan perasaan gelisah juga akan menimbulkan noda dalam hati yang dapat menyebabakan hati menjadi keras sehingga hidayah Allah tidak bisa masuk kedalam hati seseorang dan dapat menimbulkan pengakit secara fisik juga.
h. Musyahadah
pengertian dari Musyahadah adalah kehadiran Allah tanpa di bayangkan. Orang yang ada pada puncak musyahadah kalbunyta senantiasa dipenuhi oleh cahaya-cahaya ketuhanan, sehingga ibarat kilatan cahaya di malam hari yang tiada putus sama sekali, sehingga malam pun laksana siang hari yang nikmat. Begitulah gambaran orang yang diselimuti cahaya ketuhanan dalam musyahadah.19
Di dalam kehidupan sehari-hari secara psikologis, kondisi kejiwaan seorang yang musyahadah dapat dijumpai dalam situasi dan kondisi apapun yang ditemui dan dialami, akan senantiasa dianggap sama saja, karena sesuatu berasal dari Allah.
i. Yaqin
Pengertian yaqin menurut Al Junaidi adalah mantapnya pengetahuan sehingga tidak berpaling. Selain itu dijelaskan bahwa yaqin itu merupakan ilmu yang mapan, tidak terombang ambing, tidak berputar-putar, dan tidak berubah-ubah dihati. Yaqin bisa disamakan dengan iman tetapi iman belum tentu yaqin karena iman kadang-kadang dihinggapi kelalaian (terhadap hukum agama), sedangkan yaqin tidak dapat dimasukinya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sesuatu yang sangat aku takuti bagi umatku adalah lemahnya keyakinan, dan lemahnya keyakinan itu adaah orang yang lalai terhadap ajaran agamanya, orang yang bergaul dengan orang jahat, dan orang yang bersifat kasar dan berkepala batu.”20 Permulaan yaqin adalah mukasyafah dan apabila Allah SWT telah menyingkapkan tabir dari hati seseorang, maka bertambahlah keyakinannya. Dari musasyafah selanjutnya meningkatkan menjadi mu’ayanah dan akhirnya musyahadah.
Di dalam kehidupan sehari-hari dilihat dari segi agama, kadang kita percaya dan yakin akan adanya Allah SWT tetapi terkadang kita melalaikan akan ajaran perintah-Nya baik secara sadar maupun tidak sadar. Kalau kita cermati tentang masalah ini, terhadap orang yang melalaikan perintah-Nya bukan berarti orang tersebut tidak percaya akan adanya Allah. Kepercayaan dan keyakinan itulah yang disebut dengan Yaqin.
Ma’rifat. Menurut bahasa, kata ma’rifat berarti mengetahui atau mengenal. Secara umum, ma’rifat dapat diartikan sebagai cara untuk mengetahui atau mengenal Allah melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya yang berupa makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Sebab dengan hanya memperhatikan tanda-tanda kekuasaan-Nya kita bisa mengetahui akan keberadaan dan kebesaran Allah SWT.
Beberapa implementasi dari Ahwal yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya:
- Dzikir merupakan cerminan keadaan hati. Yang dimaksud dengan dzikir adalah amalan-amalan yang nampak (dhohir). Amalan yang kita lakukan setiap hari dan datangnya dari diri kita, baik dari pemikiran dan pengelihatan batin kita terhadap amalan-amalan itu. Karena, apabila semua amalan yang kita lakukan berasal dari kesadaran diri dan diri kita sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain. Maka, amalan tersebut akan selalu mencerminkan keadaan hati pelakunya. Jadi, jika keadaan hatinya sedang baik maka amalan yang dikerjakan pun secara tidak langsung mempunyai niat dan tujuan yang balik pula. Sebaliknya, jika keadaan hatinya sedang jelek maka amalan yang dikerjakan pun secara tidak langsung juga akan mempunyai niat dan tujuan yang jelek pula.21
Jika diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, apabila hati kita sedang tidak senang atau bad mood maka secara tidak langsung kita akan membuat orang-orang disekitar kita merasa tidak enak hati ketika berbicara maupun menyapa kita. Berbeda dengan kalau kita sedang senang maka secara tidak langsung kita akan membuat orang-orang disekitar kita minimal tersenyum dengan kita. Selain itu juga, mereka akan dengan senang hati mengajak kita berbicara dan menyapa kita.
- Tidak kurang dari 17 kali kita membaca Surat Al-Fatihah, yang salah satunya mempunyai arti: “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan”. Dengan demikian amatlah tidak sesuai dan sama sekali dan tidak cocok dengan apa yang kita ucapkan, apabila dalam menghadapi suatu keperluan kita meminta pertolongan kepada selain Allah SWT. Allah Yang Maha Kaya dan Maha Pemurah, tidak akan pernah kekurangan dan marah kepada hamba-Nya yang suka dan sering kali meminta kepada-Nya, tapi justru Dia akan mencurahkan segala kasih dan sayang-Nya kepada hamba yang suka meminta tersebut.22
Tanpa kita sadari setiap hari kita tergantung kepada Allah SWT dari pada kepada kedua orang tua kita ataupun orang-orang disekitar kita. Misalnya, saat kita makan maupun tidur pun kita tergantung kepada-Nya. Saat tidur, kita memohon kepada Allah semoga dilindungi selalu. Itu pun tanpa kita sadari kita melakukannya. Tetapi Allah tidak pernah bosan dan marah ketika mendengarkan permintaan hambanya tiap detik dan tiap waktu. Walaupun terkadang muluk-muluk dan berlebihan.
- Kita melakukan sholat setiap hari 5 kali. Tapi terkadang kita sendiri tidak mengetahui arti sholat itu. Sholat adalah suatu bentuk pengabdian seorang hamba kepada Allah yang pengejaannya dimulai dengan takbiratul ikhrom dan diakhiri dengan salam serta dengan tidak lupa memperhatikan rukun-rukun, syarat-syarat, dan tata cara yang telah ditentukan.
Disaat kita mengerjakan sholat, ada beberapa manfaat yang kita dapatkan, diantaranya:
  1. Dari hatinya akan terpancar cahaya ilahi yang menerangi jalannya.
Setiap tingkah laku dan perbuatan yang dilakukan akan mencerminkan sikap amar ma’ruf dan nahi munkar.
  1. Sholat dapat mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang sudah mengerjakan sholat tetapi masih banyak yang suka mengerjakan larangan Allah SWT. Hal ini terjadi disebabkan oleh sholat kita yang kurang khusuk dan kurang penjiwaan terhadap pengertian sholat itu sendiri.
  1. Sholat yang baik akan dapat memperbaiki semua amal perbuatan seseorang.
Contohnya bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang sering melaksanakan sholat pembawaannya akan lebih tenang dibandingkan orang yang tidak pernah melaksanakan sholat. Sholat dapat membersihkan dosa-dosa yang melekat dalam jiwa.
  1. Sholat dapat membersihkan dosa-dosa yang melekat dalam jiwa.
Seperti yang disabdakan Rasulullah: “Sesungguhnya perumpamaan sholat itu seperti air tawar yang mengalir dimuka pintu salah seorang dari kalian. Yang mandi di sungai itu sehari lima kali. Maka apakah yang akan kalian lihat setelah itu? Apakah masih tertinggal dari kotorannya?”.23
- Dengan mengingat Allah orang bisa merasakan kelezatan hidupnya. Kelezatan dan kenikmatan adalah sesuatu yang sering dicari manusia. Akan tetapi tidak semua orang bisa mendapatkannya. Padahal demikian itu sangat mudah didapat karena hanya dengan mengingat Allah, orang bisa mendapatkan kenikmatan kehidupan di dunia dan di akhirnya.24
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh Dailami yang bersumber dari Ibnu Abbas mengenai syarat-syarat untuk mendapatkan rahmat, seperti berikut ini:
  1. Menjaga tutur kata (Hafidlo Lisaanuhu)
Yaitu dapat mengendalikan diri dari perkataan-perkataan yang tidak perlu diungkapkan. Misalnya: yang mengandung rahasia yang dapat menyinggung perasaan orang lain, yang dapat menimbulkan atau menyebabkan fitnah, yang dapat menimbulakn keresahan masyarakat, dsb. Seperti istilah “Mulutmu, Harimaumu”.

  1. Memahami zaman (‘Arofa Zamanuhu)
Seseorang harus bisa memilah-milah kebiasaan-kebiasaan dengan teliti dan cermat dimanapun tempat dia tinggal agar tidak terjerumus dalam hal-hal yang merugikan dirinya maupun orang lain. Jika bertentangan dengan nilai-nilai atau ajaran agama Islam maka harus ditolak dan dijuhi. Sedangkan jika sesuai dengan ajaran Agama Islam maka harus dianut dan dilakukan.
  1. Istiqomah dalam hidup (Wastaqomat Tariqotuhu)
Pendirian yang tegas dan tidak mudah diombang-ambingkan oleh keadaan serta tidak mudah dirayu. Sehingga dalam keadaan bagaimanapun akan selalu berpegang teguh pada keimanan dan ketaqwaannya. Misalnya: Seseorang yang dibujuk rayu untuk menyembah selain Allah tetapi dia tetap berpegang teguh pada keimanan dan ketaqwaannya hanya kepada Allah.25
Seseorang yang menuju jalan Allah hendaknya jangan tertipu keindahan dunia karena keindahan dunia hanya semu belaka. Tetapi anehnya, banyak orang yang terperdaya olehnya. Hal seperti itu jangan sampai dialami oleh orang yang menuju kejalan Allah. Mereka seharusnya lebih mempertebal iman mereka.26 Karena jika seseorang terperdaya oleh keindahan dunia, maka secara tidak disadari akan menjauhkan dirinya dari Allah SWT. Seharusnya seseorang yang menuju ke jalan Allah itu harus senantiasa butuh kepada Allah. Selain itu seseorang juga harus menyandarkan dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Dzat yang menciptakannya.
- Mengoreksi kesalahan pada diri sendiri adalah salah satu cara agar bisa mendapatkan hal. Akan tetapi manusia lupa atau memang sengaja untuk tidak mengkoreksi dirinya, melainkan lebih asyik untuk mengoreksi dan mencari-cari kesalahan orang lain. Perbuatan seperti itu sesungguhnya dilarang oleh Allah. Sebagai firman-Nya yang tersebut dalam Al-Qur’an di Surat Al-Hujurot ayat 12 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. Dan jangan lah kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging Saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menerima Taubat dan Maha Penyayang”.27
Maka dari itu sebagai muslim harus menghindari menggunjing orang lain. Karena itu akan menyebabkan noda dalam hati kita. Sebagai seorang muslim seharusnya pandai-pandai dalam menggoreksi dan membersihkan aib atau kesalahan-kesalahan yang terjadi pada diri sendiri dan berusaha dengan segala upaya melawan hawa nafsu. Pada dasarnya kesalahan-kesalahan itu terjadi karena manusia selalu menuruti hawa nafsu.
Perlu diketahui juga bahwa bergolaknya nafsu itu bersumber dari tiga hal, yaitu:
  • Sering melanggar larangan Allah dan tidak menjalankan perintah Allah.
  • Sering beramal atau berbuat baik dan niatnya bukan karena Allah melainkan hanya ingin mendapatkan pujian atau sanjungan dari makhluk ciptaan Allah.
  • Suka membuang-buang waktu dengan percuma. Karena Allah membenci orang-orang yang menyia-nyiakan waktu.

IV. KESIMPULAN
Untuk mendapatkan atau memperoleh hal perlu dilakukan suatu usaha, tidak hanya berdiam diri saja. Usaha-usaha yang dilakukan untuk memperoleh hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam upaya, diantaranya dzikir (amalan yang kita lakukan setiap hari dan datangnya dari diri kita, baik dari pemikiran dan pengelihatan batin kita terhadap amalan-amalan itu), meminta pertolongan hanya kepada Allah SWT, sholat (suatu bentuk pengabdian seorang hamba kepada Allah yang pengejaannya dimulai dengan takbiratul ikhrom dan diakhiri dengan salam serta dengan tidak lupa memperhatikan rukun-rukun, syarat-syarat, dan tata cara yang telah ditentukan), dengan mengingat Allah orang bisa merasakan kelezatan atau ketenangan hidupnya, dan Mengoreksi kesalahan pada diri sendiri, dsb. Beberapa contoh di atas merupakan implementasi dari akhwal di dalam kebudayaan Tasawuf yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.


























Daftar Pustaka

Hikam, Matnul, dkk. Hakekat Ma’rifat. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.
Ismail, Asep Usmar. 2005. Tasawuf. Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Jakarta.
Muhammad, Hasyim. 2002. Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Off set.
1 . Asep Usmar Ismail, Tasawuf, (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Jakarta), 2005, hlm. 111
2 . Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf Dan Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Off set), 2002, hlm. 26-2
3 . Asep Usmar Ismail, Ibid., hlm. 124.
4 . Hasyim Muhammad, Ibid., hlm. 27-28.
5 .Ibid., hlm. 48.
6 .Ibid., hlm. 48.
7 Ibid., hlm. 49.
8 A. E. Afifi, The Mystical Philosophy of Muhyiddin Ibn al-‘Arabi, (Cambridge: Cambridge University Press), 1939.
9 Hasyim Muhammad, Ibid., hlm. 50.
10 QS. Ali Imran:175.
11 QS. Al-Sajdah: 16
12 Hasyim Muhammad, Ibid., hlm. 51..
13 Ibid., hlm. 51.
14 Ibid., hlm.52.
15 Ibid., hlm. 52.
16 Ibid., hlm. 53.
17 . Ibid, hlm. 53.
18 . Ibid., hlm 54.
19 . Hasyim Muhammad, Ibid., hlm. 56.
20 Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. Cet. II, 1996), hlm. 146-147.
21 Matnul Hikam, dkk, Hakekat Ma’rifat, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya), hlm. 201.
22 Ibid., hlm. 274-275.
23 Ibid., hlm. 294-295.
24 Ibid., hlm. 409.
25 Ibid., hlm. 410.
26 Ibid., hlm. 154.
27 Ibid., hlm. 267.

Cara Membuat Mental Menjadi Sehat

Cara Membuat Mental Menjadi Sehat
Arifin


Pengaruh lingkungan sangatlah besar bagi kesehatan fisik maupun mental. Pengertian lingkungan itu sendiri adalah segala sesuatu yang ada disekitar kita, baik berupa benda mati, benda hidup, benda nyata ataupun abstrak, termasuk manusia, serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen dialam tersebut. Lingkungan yang sehat akan menimbulkan mental yang sehat pula begitu pula sebaliknya lingkungan yang sakit atau menimbulkan mental yang sakit pula.
Mental memiliki arti batin, rohaniah, berkenaan dengan jiwa. Selain itu mental juga menyangkut masalah-masalah ingatan, pikiran atau akal.
Banyak orang percaya bahwa apabila kekuatan fisiknya menurun, kemampuan mentalnya pun juga ikut menurun. Kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi-situasi baru, misalnya mengingat hal-hal masa lampau yang pernah dipelajari. Penalaran analogistik dan berpikir kreatif mencapai puncaknya dalam usia dua puluhan yang kemudian sedikit demi sedikit menurun. Meskipun kemampuan belajar mereka tidak secepat dulu tetapi kualitas belajarnya tidak merosot.
Terman dan Oden melakukan penelitian pada sekelompok pria dan wanita yang telah dilakukan sejak usia prasekolah hingga usia madya. Penelitian berikutnya dilakukan 50 tahun setelah itu. Mereka melaporkan bahwa pada orang-orang tersebut hampir tidak ada penurunan mental yang terjadi pada mereka yang memiliki kemampuan intelektual tinggi.
Suatu studi juga dilakukan oleh Kangas dan Bradway, mereka menyimpulkan bahwa kecerdasan dapat sedikit meningkat pada masa usia madya terutama pada mereka yang tingkat kecerdasannya tinggi. Studi ini dilakukan dengan menguji 48 subjek selama satu tahun: pada tingkat pra sekolah, sekolah lanjutan, orang dewasa muda, dan mereka yang berusia antara 39-44 tahun.
Kangas dan Bradway sependapat dengan Terman dan Oden, bahwa orang-orang yang mempunyai IQ lebih tinggi menunjukkan sedikit perubahan intelektualnya daripada mereka yang memiliki IQ rendah. Penelitian menunjukkan bahwa pria cenderung memperlihatkan peningkatan nilai IQ pada saat mereka semakin tua sedangkan wanita menunjukkan sedikit penurunan. Karena pria secara mental harus lebih waspada dan siap untuk bersaing dalam kerja daripada wanita yang hanya bersaing untuk membawakan peran sebagai pengatur rumah. Penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa kemampuan intelektual merupakan faktor penting dalam menentukan apakah terdapat kemunduran mental pada usia madya.
Banyak pria dan wanita yang cemas untuk mengembangkan minat yang ada dalam mental mereka yang sebenarnya masih ada. Hal ini lah yang membuat penulis ingin mengangkat tentang pengaturan pola makan mental dan imunisasi mental untuk tubuh. Pengaturan pola makan mental dianggap kurang, maka diperlukan juga imunisasi untuk mental kita yang bisa disebut dengan imunisasi mental.
Seperti halnya fisik tubuh, mental juga mempunyai riwayat kesehatannya. Terkadang kondisi mental terasa sehat tatapi tidak jarang kondisi mental sering mengalami rasa pesimis dalam menyikapi kehidupan dengan muram, kering, gersang, dan tanpa daya. Penyakit pesimis seperti ini jika lama kelamaan dibiarkan maka akan meracuni mental secara serius. Kondisi pesimis seperti itu tidak seharusnya dipelihara, tetapi sewajibnya dihilangkan dari diri kita. Untuk menghilangkannya, dapat dilakukan dengan melakukan imunisasi mental. Imunisasi mental adalah imun yang akan diberikan untuk melindungi mental dari rasa pesimis yang nantinya akan membangkitkan semangat hidup serta akan membangkitkan rasa optimisme mental.
Hal pertama yang perlu dilakukan dalam rangka pemberian imunisasi mental ini adalah berusaha untuk mengubah pola pikir yang selama ini dianut. Dengan memandang permasalahan kehidupan dari sudut pandang yang baru, seperti memandang dari sudut pandang yang dapat menguntungkan diri sendiri. Membuang jauh-jauh pikiran-pikiran negatif yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan pemikiran yang positif tentang semua hal.
Setelah itu, suntikkan imunisasi mental ke dalam diri. Hal ini dilakukan dengan bantuan orang lain yang profesional atau dapat dilakukan sendiri. Usaha yang dapat dilakukan oleh diri sendiri adalah dengan memotivasi diri sendiri.
Ada beberapa vaksin yang dapat dikonsumsi dengan dosis yang tergantung pada kondisi mental dengan tujuan untuk mengubah pola pikir agar memndang hidup secara optimis. Imunisasi dapat dipilih sesuai dengan diri masing-masing. Ada bebera jenis imunisasi mental, seperti imunisasi mental model pendengar yang bisa dipilih untuk orang-orang yang senang mendengar, imunisasi mental model pengamat yang cocok untuk orang yang senag melihat, lihat, dan imunisasi mental model penggerak yang cocok untuk orang yang senag mencoba atau mempraktikkan dengan fisiknya.
Selain melakukan imunisasi mental untuk menjaga kesehatan mental diperlukan juga pengaturan diet atau pengaturan pola makan mental. Terkadang manusia lupa pola makannya setiap hari sehingga menyebabkan ketidakteraturan makan yang nantinya akan menyebabkan suatu penyakit di dalam tubuh. Apalagi mengatur pola makan mental untuk diri sendiri. Aktivitas membuat banyak orang melalaikan atau melakukan pola makan tersebut yang pada akhirnya akan merugikan diri mereka sendiri. Jika orang tidak mengatur pola makan maka akan banyak dampak yang ditimbulakan, misalnya obesitas atau kegemukan, penyakit maag, dsb. Sama halnya juga jika manusia tidak bisa mengatur pola makan mental, yang akan mengakibatkan stress, depresi, insomnia, dsb. Maka dari itu, sangat penting sekali untuk mengatur pola makan untuk tubuh kita, baik untuk kesehatan fisik maupun kesehatan psikis.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatur pola makan, terutama untuk mental. Banyak orang yang tidak tahu seperti apa pola pengaturan “makanan” mental. Apabila dapat melakukan pegaturan pola makan untuk fisik maupun pengaturan pola makan untuk mental, maka hidup ini akan lebih bermakna. Meraih sukses di dalam hidup ini, tidaklah cukup diraih dengan kecerdasan atau ketangkasan semata. Kesuksesan dalam hidup ini perlu juga diusahakan dengan sikap yang perlu dilatih dan dibiasakan setiap saat sampai menjadi bagian dari kehidupan. Dengan pola pengaturan makan mental ini wawasan dan kepercayaan diri akan meningkat. Usaha pengaturan pola mental jika dilakukan dengan cara yang benar dan menu yang sesuai. Usaha pengaturan kembali perilaku dimulai dari titik intelektualitas profesional yang salah satunya mengatur koginif. Kesadaran ini akan mangubah pengetahuan kognitif ini menjadi kreativitas yang nantinya dapat memotivasi diri yang akan menjadi motor perubahan diri. Usaha untuk membongkar kesadaran diri dilakukan dengan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, sehingga akan membawa diri menjadi seorang yang dapat memecahkan permasalahan.
Makanan mental harus dapat dikonsumsi dan terdiri dari makanan pokok dan makanan pendukung. Makanan pokok mental adalah ajaran-ajaran keagamaan yang dipercayai. Makanan pendukung mental adalah segala sesuatu yang dapat menambah wawasan dan kepercayaan diri. Selain itu, perlu tambahan vitamin mental. Vitamin mental ini perlu disantap secara seimbang dan dapat diperoleh dengan beberapa cara, seperti membaca, mendengarkan, mengikuti pertemuan, mengumpulkan artikel atau kliping, dan bicara pada diri sendiri.
Membaca dapat menambah dan memperluas wawasan. Waktu yang dibutuhkan untuk membaca minimal satu jam perhari. Membaca bisa dilakukan dengan membaca buku, majalah, koran, membaca situs internet yang memberikan informasi yang dapat menambah pengetahuan, dsb. Dengan membiasakan diri untuk selalu membaca akan memberikan berbagai hal baru yang dapat bermanfaat bagi kehidupan sehingga diharapkan dengan membaca akan meningkatkan kualitas hidup.
Mendengarkan yaitu mendengarkan hal-hal yang baik. Misalnya mendengarkan kaset yang bermanfaat, baik kaset tentang pelajaran tentang bahasa tertentu, suara alam untuk meditasi, relaksasi, atau suara orang yang disukai yang dapat memberikan inspirasi dan motivasi pada diri.
Mengikuti pertemuan, seperti seminar, lokakarya, workshop atau pameran. Hal tersebut akan memberikan wawasan dan semangat baru karena di dalam pertemuan tersebut akan membuat diri kita untuk mengenal orang lain dan mendapat teman baru. Mengumpulkan artikel atau kliping mengenai tulisan tentang topik yang menarik. Hal ini akan dapat melatih kesabaran dan menghargai isi dari artikel atau kliping tersebut.
Bicara pada diri sendiri merupakan cara untuk memotivasi diri. Dapat dilakukan dengan memikirkan kelebihan-kelebihan diri sendiri. Tidak malu untuk memuji diri sendiri dan memperluas pergaulan serta tidak takut untuk mengambil resiko atas segala keputusan yang diambil. Yang terpenting harus meluangkan waktu untuk keluar dari rutinitas dengan membuka mata terhadap hal-hal yang terjadi disekitar.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang ada disekitar kita, baik berupa benda mati, benda hidup, benda nyata ataupun abstrak dapat mempengaruhi mental. Beberapa penemuan menunjukkan bahwa kemampuan intelektual merupakan faktor penting dalam menentukan apakah terdapat kemunduran mental pada usia madya.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan kondisi mental, seperti imunisasi dan pengaturan pola makan mental. Imunisasi mental adalah imun yang akan diberikan untuk melindungi mental dari rasa pesimis yang nantinya akan membangkitkan semangat hidup serta akan membangkitkan rasa optimisme mental. Pengaturan pola makan mental bagi tubuh sangat penting sekali karena dapat membantu untuk mencapai kesuksesan hidup. Pola pengaturan pola makan mental perlu juga ditambahkan vitamin mental, seperti membaca, mendengarkan, mengikuti pertemuan, mengumpulkan artikel atau kliping, dan bicara dengan diri sendiri.

Referensi:
Hurlock, Elizabeth B.1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Pratiwi. 2009. Kesehatan Keluarga. Yogyakarta: Oryza.
Slamet, Juli Soemirat. 2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Sudarso. 1993. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More